. . . .Setiap anak di dunia pasti memiliki keunikkan sendiri, serta talenta yang begitu hebat. Karena, pada dasarnya Tuhan menciptakan setiap manusia itu unik, setiap manusia juga memiliki karakter masing-masing yang kelak akan mendukung kepribadian dan talentanya tersebut. Dan kisah ini berasal dari seorang gadis kecil bernama Earth.
.
.
. . . . Earth adalah seorang gadis cantik yang memiliki karakter periang, ramah, serta tingkat kepekaan yang tinggi akan sekitarnya. Earth tidak segan untuk menolong orang lain, entah apapun yang sedang ia kerjakan. Masyarakat di lingkungan mengenalnya sebagai ‘Malaikat Hati’. Sebuta itu berasal dari kepribadian yang Earth tunjukkan, meskipun ia tidak dapat melihat dengan mata jasmani, namun ia dapat merasakannya dengan hati apabila orang lain membutuhkan pertolongan. Pada masa kecilnya, banyak orang yang menganggapnya hanya sebelah mata, mereka selalu mencibir bahwa Earth tidak akan menjadi orang yang sukses di masa depannya, karena ia memiliki banyak kekurangan. Akan tetapi, cibiran tersebut tidak menghalangi kedua orangtua Earth untuk mendidik anaknya dalam takut akan Tuhan, serta melakukan apa yang benar menurut firman Tuhan.
.
.
. . . . Singkat cerita, Earth menyampaikan berita yang tak terduga kepada kedua orangtuanya. Ya, Earth mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studinya sebagai seorang calon psikolog di sebuah kota besar saat itu. Kedua orangtuanya merasa sangat bangga, mereka mengerti bahwa suatu saat Earth akan berguna tidak hanya bagi orang disekelilingnya, melainkan bagi dunia ini. Dua bulan berlalu, orangtua Earth mengantarkannya ke kota tersebut, untuk menitipkan Earth pada salah seorang sepupunya. Ini semua dilakukan karena jarak rumah dan tempat studi Earth sangat jauh, oleh karenanya Earth lebih memilih untuk tinggal bersama sepupunya di kota.
.
.
. . . . Hari demi hari berlalu, dengan keterbatasan yang dimiliki Earth tidak dapat menghalangi dirinya untuk menjadi seorang murid teladan. Ia bahkan memenangkan penghargaan sebagai seorang siswa berprestasi dengan kekhususan yang dimilikinya. Tak ayal, gelar sebagai seorang psikolog dapat ia raih hanya dalam kurun waktu 3 tahun saja. Hingga kini, Earth menjadi salah seorang psikolog terkenal di kota tersebut. Banyak pasien yang datang untuk menemuinya, bukan hanya untuk mengobati psikologis mereka, melainkan ingin melihat bagaimana seorang psikolog buta mampu merasakan bahkan memberikan pengobatan bagi orang lain. Kepekaan hati seorang gadis desa ini akhirnya dapat mengubahkan kehidupan orang lain, bukan hanya melalui kata-katanya tetapi juga melalui bagaimana ia menerima orang lain dalam hidupnya serta membawa mereka kepada kebenaran firman Tuhan.
.
.
. .Mengasihi adalah menerima dan membawa damai sejahtera Allah . . .Melalui kisah Earth kita dapat belajar, bahwa kekurangan atau kelemahan fisik tidak akan pernah bisa menghalangi maksud dan tujuan Tuhan dalam kehidupan kita. Tuhan menciptakan setiap orang dengan tangan-Nya sendiri, dan bahkan sebelum kita ada dalam kandungan Ia telah mengenal kita (Yer. 1:5). Pengudusan dan pemilihan Tuhan bagi kita dilakukan bukan tanpa tujuan yang jelas, tetapi karena Tuhan memiliki rancangan damai sejahtera bagi kehidupan kita (Yer. 29:11). Damai sejahtera yang Tuhan berikan tidak sama dengan apa yang manusia pikirkan. Banyak orang berpikir bahwa damai sejahtera itu sama saja dengan kehidupan yang tanpa masalah. Namun, damai sejahtera yang Tuhan maksudkan adalah apapun kondisi dan situasi yang terjadi, kita (orang percaya) dapat senantiasa mengucap syukur kepada Tuhan, serta membawa damai itu bagi diri sendiri dan orang lain, karena kita tahu Tuhan tidak akan pernah meninggalkan kita. . .
. .Mengasihi adalah saling melengkapi dalam kebutuhan rohani . . .Kisah Earth juga mengajarkan kepada kita tentang pentingnya sebuah perbuatan untuk menunjukkan kasih itu kepada orang lain. Mengasihi orang lain sama saja dengan mengasihi diri sendiri, itu artinya bahwa kita senantiasa memenuhi apa yang diri sendiri butuhkan, begitu pula dengan orang lain. Jika kita mengatakan kepada orang lain bahwa kita mengasihinya, tetapi kita tidak memenuhi bahkan menuntun orang lain kepada kebenaran, itu sama saja kita tidak mengasihi mereka. Mengapa? Karena pada dasarnya, kebutuhan semua orang di dunia ini bukan hanya secara fisik, tetapi secara rohani. Kehidupan rohani mereka butuhkan agar mereka dapat mengerti maksud dan tujuan mereka ada di dunia ini. Jika kebutuhan rohani itu tidak terpenuhi, maka mereka akan menjadi tersesat dan mengalami kematian kekal. Oleh sebab itu, kebutuhan rohani yang paling dasar ialah tentang pengenalan mereka akan Tuhan. Tugas kita sebagai orang percaya ialah mengenalkan mereka kepada sumber kehidupan itu, sehingga mereka dapat menyadari serta terpenuhi damai sejahtera di dalam hati mereka. Mengasihi berarti memenuhi. . .
– Tuhan Yesus Menyertai –
.
.
Notes :
“Life is not about growing older to be what you want, but life is about growing older to be what Jesus want me to be.”
Ditulis Oleh : Anathalia Gabrielle Aguininda Koetin
.
.
Nats : Bilangan 23:19
.
.
.
.
. . . .Dalam kehidupan ini, pernahkan kita berpikir tentang makna dari kesetiaan? Pernahkan kita mencoba bertanya pada diri sendiri, apakah kita adalah pribadi yang setia? Melalui pertanyaan tersebut, pasti akan sulit mendapatkan jawabannya. Karena, sesungguhnya Tuhanlah yang paling mengenal kita, bahkan Dia tau apakah kita setia atau tidak.
.
.
. . . . Kesetiaan merupakan sebuah kata yang sangat familiar dalam kehidupan manusia. Kata ini sering digunakan dalam sebuah hubungan – baik hubungan anggota keluarga, pasangan, pekerjaan, pertemanan, Tuhan dan umat-Nya, dan banyak lagi. Kesetiaan juga sering berdampingan dengan kejujuran dalam beberapa kasus kehidupan manusia. Karena, melalui kejujuran kita bisa menilai apakah orang atau kelompok tersebut setian atau tidak.
.
.
. . . . Adalah sepasang kekasih yang baru menjalani hubungan selama 3 bulan. Setiap orang yang bertemu dengan mereka, sering beranggapan bahwa mereka adalah pasangan ideal. Dan benar saja, selama menjalani hubungan tersebut mereka sangat jarang mengalami pertengkaran. Berbeda dengan pasangan kekasih yang lain, pasangan yang kedua sudah menjalin hubungan selama 2 bulan. Namun, semua orang juga bisa melihat bagaimana kehidupan pasangan ini selalu penuh dengan argumentasi dan pertengkaran. Hingga banyak yang beranggapan bahwa mereka tak akan bertahan lama.
.
.
. . . . Suatu ketika kedua pasangan kekasih ini menghadiri sebuah acara pernikahan. Acaranya terletak di sebuah gedung yang mewah, dengan berbagai kalangan tamu yang hadir. Mulai dari kalangan pejabat, hingga orang-orang terkenal lainnya. Kedua pasangan inipun nampak terpukau dengan keindahan yang ada. mereka mulai menikmati suasana acara serta bercengkrama dengan tamu-tamu yang hadir saat itu.
.
.
. . . . Tiba-tiba sang mempelai wanita, yang juga adalah teman dari kedua pasang kekasih ini meminta mereka untuk datang ke ruang ganti. Sesampainya di ruang ganti, sang mempelai wanita mengawali kisah pertemanan mereka. Mempelai wanita bercerita bagaimana dulu ia pernah melihat salah satu pria dari kedua pasangan ini sedang mencuri sebuah kalung dari toko perhiasan milik calon mempelai prianya. Mendengar hal tersebut, suasana dalam ruang ganti tersebut mulai mencekam. Wanita dari pasangan yang kedua mulai bertanya pada kekasihnya, apakah ia melakukan hal tersebut. Namun, pria itu menggelengkan kepalanya dan berkata bahwa ia tidak pernah melakukannya, meskipun ia tahu wanita yang adalah kekasihnya ini sangat menginginkan kalung tersebut.
.
.
. . . . Berpindah pada pasangan yang pertama, wanita yang mempercayai bahwa kekasihnya tidak pernah melakukan hal tersebut pun mulai tersenyum sinis dan menganggap bahwa pria dalam pasangan yang kedua berbohong akan hal tersebut. Pertengkaran dan adu argumentasipun mulai terjadi, hal tersebut terjadi karena wanita pasangan pertama mengganggap remeh akan penghasilan pria pasangan kedua, dan akibat dari hal tersebutpun pria itu melakukan pencurian. Hingga pada akhirnya, mempelai wanita mulai berbicara kembali untuk memberikan jawaban tentang siapa sesungguh pencuri kalung itu. Mempelai wanita menyadari bahwa pria ini melakukan tindak pencurian karna dia tidak ingin pasangannya menjadi kecewa, sehingga mereka bertengkar dan akan merusak hubungan mereka. Namun, mencuri tetaplah mencuri dan itu adalah hal yang harus dipertanggungjawabkan, hingga akhirnya mempelai wanita mengunkap bahwa pelaku pencurian kalung tersebut ialah pria di pasangan yang pertama.
.
.
Kesetiaan tidak selalu berdampingan dengan kebahagiaan . . . . .Melalui kisah tersebut, kita dapat belajar bahwa kesetiaan tidak selalu berdampingan dengan semua hal yang mendatangkan kebahagiaan. Kesetiaan juga bukan berarti bahwa kita dapat melakukan segala cara untuk menyenangkan pasangan, keluarga, ataupun teman kita. Melainkan, kesetiaan seharusnya mengutamakan kejujuran. Sama seperti kisah Bileam yang dituntut Barak untuk mengutuki bangsa Israel, tetapi Tuhan justru mengubahnya menjadi berkat. Kesetiaan manusia seringkali berbeda dengan kesetiaan Tuhan. Manusia sering berpikir bahwa selagi bisa memberikan kesenangan, maka itulah yang dinamakan kesetiaan. Manusia juga menganggap bahwa tidak adanya pertengkaran akan menjadi bukti tentang bagaimana kesetiaan itu. Karena, pada dasarnya kesetiaan manusia terkadang justru membawa penyesalan dan juga kebohongan. Berbeda dengan kesetiaan yang Tuhan maksudkan. . .
Kesetiaan Tuhan adalah penyertaan, teguran dan keadilan-Nya . . . . .Kesetiaan Tuhan dalam Alkitab di gambarkan melalui bagaimana penyertaan Tuhan, teguran Tuhan, keadilan Tuhan, serta sukacita yang Tuhan berikan. Teguran serta keadilan Tuhan dalam kehidupan kita bukan karena Tuhan membenci kita, melainkan Dia justru sangat mengasihi kita sebagai umat-Nya. Oleh karena, kesetiaan Tuhan tidak dapat diukur dari bagaimana Dia memberikan apa yang kita mau, ataupun apa yang membuat kita bahagia. Kesetiaan Tuhan tidak membawa penyesalan ataupun kebohongan. Tetapi, manusia sering memilih untuk menyesali akan hal itu. Melalui renungan kali ini, marilah kita sebagai orang percaya belajar untuk memahami akan kesetiaan Tuhan dalam hidup kita. Sehingga, ketika kita dapat memahami hal tersebut, kita tidak akan menjadi kecewa ataupun menyesal tentang setiap proses yang Tuhan berikan dalam kehidupan kita. Karena, kesetiaan seorang manusia dapat diukur dari kesenangan yang ia terima. Akan tetapi, kesetiaan Tuhan terbukti melalui semua kesakitan yang telah diterima-Nya, bagi keselamatan kita. Tuhan Yesus Menyertai . .
. . . . .Pembenaran dan pengudusan adalah bagian yang didapatkan oleh orang-orang yang sudah diselamatkan. Dalam soteriologi kedua hal ini masuk dalam ordo salutis (urutan keselamatan). Namun kedua hal ini berbeda dalam pelaksanaannya namun tidak boleh dipisahkan.
.
.
PEMBENARAN
.
Definisi Pembenaran
.
. . . . . James Montgomery Boice dengan mengacu pada Marthin Luther, John Calvin, dan Thomas Watson dalam bukunya Foundations of the Christian Faith menyatakan bahwa pembenaran oleh iman adalah engsel dari keselamatan. Pembenaran begitu penting dalam keselamatan sehingga tanpa pembenaran tidak akan mungkin ada keselamatan.
.
. . . . . Membenarkan (justify) dalam Perjanjian Lama disebut dengan hitsdiq dan dalam Perjanjian Baru disebut dikaioō yang berarti menyatakan atau mendeklarasikan secara yudisial bahwa seseorang adalah sesuai dengan hukum. Istilah membenarkan (matsdiq) dalam Amsal 17:15 berarti menjadikan orang yang salah menjadi benar.
.
. . . . . Istilah hitsdiq ditujukan pada orang percaya yang berarti orang percaya dinyatakan benar. Sehingga istilah pembenaran yang ditujukan pada orang percaya berarti orang percaya secara hukum dinyatakan benar karena secara hakikat orang percaya adalah orang yang benar. Bukan membenarkan orang yang berdosa karena itu adalah kekejian dimata Tuhan (Ams. 17:15). Tetapi yang menjadi permasalahan adalah semua manusia termasuk orang percaya adalah orang berdosa (Roma 3:23) yang tidak mungkin dinyatakan benar.
.
. . . . . Dalam Roma 8:30, kata dibenarkan-Nya (edikaiōsen) berbentuk aorist Tense yang menunjukkan suatu tindakan yang dilakukan satu kali untuk selamanya. Dari sini dapat dikatakan bahwa pembenaran orang percaya dilakukan Allah hanya sekali dan itu berlaku untuk selamanya.
.
.
Asal Usul Pembenaran
.
. . . . . Konsep pembenaran berakar dalam Perjanjian Lama yakni pembenaran Abraham. Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran (Kej. 15:6). Sedangkan dalam Perjanjian Baru, rasul Pauluslah yang menjelaskan tentang konsep pembenaran secara lengkap.
.
.
Alasan Orang Percaya Membutuhkan Pembenaran
.
. . . . . Orang percaya membutuhkan pembenaran karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah (Roma 3:23). Anthony A. Hoekema dalam bukunya Saved by Grace menuliskan bahwa kehilangan kemuliaan Allah dapat berarti kekurangan di dalam memuliakan Allah dengan cara menjalankan kehendaknya secara tidak sempurna (Band. 1 Kor. 6:20; 10:31; Ef. 1:12; Fil. 1:11). Kebenaran bisa diperoleh melalui ketaatan pada hukum Taurat (Roma 10:5; 2:6-11). Tetapi kenyataannya tidak ada yang sanggup memenuhi seluruh tuntutan hukum Taurat (Roma 3:10-20). Alkitab mengajarkan bahwa kita harus sempurna (Matius 5:48; Matius 19:16-21). Karena itu Allah tidak mungkin membenarkan melalui iman jika tuntutan hukum taurat belum dipenuhi karena itu akan membatalkan firman Allah yang disampaikan pada Musa (Roma 10:5). Tetapi sebaliknya. Jika Kristus sudah memenuhi seluruh hukum Taurat tetapi keselamatan masih berdasarkan perbuatan baik, maka itu tidak adil dan tidak akan ada satu orang pun yang akan diselamatkan karena semua orang berbuat dosa.
.
. . . . . Karena itu, pembenaran bersifat imputasi. Imputasi berasal dari kata Yunani logizomai yang berarti memperhitungkan. Maka imputasi berarti mengakui suatu hal sebagai berlaku pada orang lain. Dalam Roma 5:19 dinyatakan bahwa oleh ketidaktaatan satu orang maka semua orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang maka semua orang menjadi orang benar. Dosa Adam diimputasikan (diperhitungkan) kepada kita, tetapi ketika kita percaya pada Kristus maka ketaatan Kristus yang sempurna terhadap hukum Taurat diimputasikan pada kita. Itu sebabnya Alkitab mengajarkan pembenaran harus terjadi melalui iman kepada Kristus bukan karena melakukan hukum Taurat (Roma 3:28; 5:1).
.
.
Dasar dari Pembenaran
.
. . . . . Dasar dari pembenaran adalah karya pendamaian Yesus Kristus. Dalam karya pendamaian ini, ada dua kata yang perlu diperhatikan yaitu kata “Penebusan” (Roma 3:24) yang berarti membeli kembali seorang budak dan memberikannya kemerdekaan melalui pembayaran sejumlah tebusan. Artinya sebagai orang percaya kita ditebus oleh Yesus dengan darahNya sehingga kita menjadi orang yang merdeka dan dibebaskan dari perbudakan dosa. Sedangkan kata kedua yang perlu untuk diperhatikan adalah kata “pendamaian” yang berarti bahwa pengorbanan Kristus disalib yang bersifat menggantikan, murka Allah terhadap dosa telah diredakan dan kesalahan kita telah dihapuskan. Dosa yang diampuni adalah seluruh dosa kita baik yang aktif maupun pasif, baik yang sudah kita lakukan, yang sedang kita lakukan maupun yang akan kita lakukan.
.
. . . . . Pembenaran memiliki dua sisi yaitu sisi posiif dan negatif. Sisi positif berarti pengadopsian kita sebagai anak-anak Allah sedangkan sisi negatifnya adalah pengampunan dosa kita. Selain itu pembenaran bersifat eskatologis yang berarti segala keputusan yang akan dijatuhkan pada kita pada hari penghakiman telah dinyatakan saat ini. Dosa kita tidak diperhitungkan Tuhan lagi saat penghakiman. Sehingga kita tidak perlu takut lagi saat menghadap takhta pengadilan Allah.
.
.
Bagaimana dengan Yakobus 2:17 yang menyatakan bahwa iman harus disertai dengan perbuatan?
.
. . . . . Apakah Paulus bertentangan dengan Yakobus? Paulus menunjukkan pernyataan yang sama dalam Gal. 5:6 bahwa iman bekerja oleh kasih. Artinya iman ditunjukkan dengan perbuatan kasih. Maka jika demikian, maka konsep pembenaran yang dijelaskan rasul Paulus bahwa pembenaran hanya melalui iman tanpa perbuatan, pasti memiliki konteks yang berbeda. Jika kita memperhatikan surat Roma 1-2, rasul Paulus memulai suratnya dengan mengarahkan penerima suratnya pada pikiran bahwa semua orang berdosa dan dibawah penghukuman dosa dan tidak bisa diselamatkan melalui hukum Taurat karena tidak ada yang sempurna. Lalu Paulus menejelaskan bahwa pembenaran hanya diperoleh melaui iman kepada Kristus..
.
. . . . . Surat Yakobus memiliki konteks yang berbeda karena berbicara tentang kehidupan sehari-hari orang yang sudah percaya. Hal ini diperjelas dalam pembukaan surat Yakobus yang ditujukan pada 12 suku dalam perantauan (Yak. 1:1). Saya memberikan gambaran sedikit posisi iman yang menyelamatkan dan posisi iman yang disertai perbuatan. Jadi, iman yang dijelaskan rasul Paulus yang membuat kita dibenarkan adalah iman yang menyelamatkan. Sedangkan iman yang dijelaskan oleh Yakobus adalah posisi orang percaya yang sudah diselamatkan.
.
. . . . . Pembenaran berkaitan erat dengan pengudusan. Pembenaran adalah deklarasi oleh Tuhan bahwa kita adalah orang benar sedangkan pengudusan adalah sebuah proses menuju pada keserupaan dengan gambaran Anak Allah (Roma 8:29).
.
.
PENGUDUSAN
.
. . . . . Pengudusan berasal dari kata sanctify yang berarti menjadi kudus. Dalam perjanjian lama, kata ‘kudus’ berasal dari kata qādosh yang berarti memisahkan dari hal-hal lainnya atau bisa juga diartikan dengan menempatkan sesuatu atau seseorang dalam lingkungan atau kategori yang terpisah dari yang biasa atau duniawi. Dalam Perjanjian Lama yang lebih awal, kekudusan umat Allah sering diartikan secara seremonial selanjutnya dalam kitab Mazmur dan nabi, kekudusan umat diartikan secara etis. Artinya dalam Perjanjian Lama, kata qādosh memiliki arti bahwa umat Allah dipisahkan untuk melayani Allah dan menghindari segala sesuatu yang tidak berekenan pada Allah.
.
. . . . . Dalam Perjanjian Baru pengudusan disebut dengan hagios. Tidak jauh berbeda dengan Perjanjian Lama karena bersifat etis dan pelayanan. Karena itu, jika berbicara tentang pengudusan, bukan sekedar tidak berbuat jahat tetapi, secara rohani dipisahkan dari segala sesuatu yang berdosa dan dedikasikan sepenuhnya pada Allah.
.
.
Bagaimana cara kita dikuduskan?
.
Kesatuan dengan Kristus (Dalam kematian dan kebangkitanNya). Artinya mati terhadap dosa dan memiliki kehidupan yang baru. Roma 6:3-10. Kesatuan dengan Kristus berarti kita dikuduskan melalui pertumbuhan rohani secara terus menerus sehingga semakin penuh dan semakin kaya di dalam kesatuan dengan Kristus. Berdasarkan 1 Kor. 1:30, Yesus bukan sekedar penyebab kekudusan kita melainkan Dia adalah pengudusan kita. Artinya pengudusan yang kita alami adalah saat kita bersatu dengan Kristus. .
Dengan kebenaran. Alkitab adalah sumber kebenaran kita (2 Tim. 3:16-17). .
Dengan iman. Dengan iman kita akan terus berpegang kepada kesatuan kita dengan Kristus. Dengan iman juga kita menerima fakta bahwa di dalam Kristus, dosa tidak berkuasa lagi atas kita. Dengan iman kita berpegang pada kuasa Roh Kudus untuk memampukan kita untuk mengalahkan dosa dan hidup untuk Allah. Dengan iman kita bukan sekedar penerima tetapi kita memiliki kuasa untuk bertindak. Iman sejati sesuai dengan naturnya akan menghasilkan buah.
.
. . . . . Pengudusan merupakan karya yang penuh anugerah dari Roh Kudus, yang melibatkan tanggung jawab kita untuk berpartisipasi, yang dengannya Roh Kudus melepaskan kita dari pencemaran dosa, memperbarui keseluruhan natur kita menurut gambar Allah, dan memampukan kita untuk menjalankan kehidupan yang diperkenan Allah.
.
. . . . . Artinya sasaran dari pengudusan adalah serupa dengan gambaran AnakNya (Roma 8:29). Ada 3 hal yang perlu kita ketahui tentang pengudusan.
.
Pengudusan berkaitan erat dengan dengan pencemaran dosa. Pencemaran adalah kerusakan (Corruption) natur kita yang merupakan hasil dari dosa dan akan menghasilkan dosa yang lebih lanjut. Hal ini merupakan dampak dari dosa yang diperbuat Adam dan Hawa sehingga kita semua terlahir dengan natur dosa. Dan saat kita melakukan dosa, kita sedang menambah kerusakan kita. Maka di dalam pengudusan ini, pencemaran dosa berada dalam proses penghilangan (walaupun tidak terhapus semua sampai pada kehidupan akan datang). .
Pengudusan berarti pembaruan natur kita. Dalam hal ini yang dibaharui adalah arah hidup kita. Bukan substansi kita. Itu sebabnya kita Allah tidak memperlengkapi kita dengan kuasa yang secara total berubah dibandingkan sebelumnya melainkan memberikan kita kuasa untuk berpikir, berkehendak, dan mengasihi dengan cara yang memuliakan Allah. Dalam hal ini memikirkan perkara-perkara seperti yang Allah pikirkan dan melakukan sesuai dengan kehendakNya. .
Pengudusan juga berarti memampukan kita untuk hidup berkenan pada Allah. Memperlengkapi kita dengan perbuatan-perbuatan baik (Ef. 2:10).
.
. . . . . Pengudusan bersifat definitif dan progresif. Pengudusan yang bersifat definitif dinyatakan dalam 1 Kor. 1:2 dimana kata ‘pengudusan’ berbentuk perfect tense yang berarti tindakan yang telah selesai dilakukan tetapi dengan hasil yang berkelanjutan. Dalam Roma 6:2 menyatakan bahwa kita telah mati terhadap dosa. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa pengudusan yang bersifat definitif berarti karya Roh yang dengannya Roh menyebabkan kita mati terhadap dosa, dibangkitkan bersama dengan Kristus dan dijadikan ciptaan yang baru.
.
. . . . . Pengudussan juga bersifat progresif. Hal ini dinyatakan oleh Alkitab bahwa kita masih memiliki dosa misalnya Roma 3:23. Bahkan Yakobus menyatakan bahwa kita semua bersalah dalam banyak hal (Yak. 3:2). Bahkan rasul Yohanes dengan jelas mengatakan bahwa jika kita mengatakan bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita (1 Yoh.1:8).
.
. . . . . Selain penrnyataan bahwa kita masih memiliki dosa, alkitab juga mengajarkan bahwa kita harus mematikan perbuatan-perbuatan dosa. Roma 8:13 menyatakan bahwa kita harus mematikan [secara harafiah : terus menerus mematikan] perbuatan-perbuatan tubuh kita. Paulus juga menjelaskan dalam suratnya pada jemaat di Kolosea bahwa kita telah dibangkitkan bersama dengan Kristus artinya secara definitif dan tidak bisa dibatalkan telah memasuki kehidupan baru di dalam persekutuan dengan Kristus (Kol. 3:3). Tetapi di dalam ayat 5 kita tetap dianjurkan untuk mematikan semua perbuatan dosa. Artinya jemaat Kolosa sudah mati terhadap dosa (pengudusan definitif) tetapi tetap harus mematikan dosa selama kita hidup (pengudusan progresif).
.
. . . . . Sehingga dapat kita simpulkan bahwa pengudusan yang bersifat progresif berarti karya Roh Kudus yang dengannya Roh secara terus menerus membaharui dan mentransformasikan kita ke dalam keserupaan dengan Kristus, memampukan kita untuk terus bertumbuh di dalam anugerah dan terus menyempurnakan kekudusan kita.
.
. . . . . Pengudusan merupakan 100% karya Allah dan juga 100% tanggung jawab kita sebagai orang percaya. Sehingga sasaran dari pengudusan dibagi menjadi dua yaitu sasaran dekat dan sasaran final. Sasaran final adalah untuk kemuliaan Allah dan sasaran dekat adalah untuk penyempurnaan umat. Apakah ini berarti umat akan sempurna?
.
.
Perfeksionisme
.
. . . . . John Wasley yang merupakan pendiri dari gereja Metodis adalah pengajar terkemuka dari “perfeksionisme”. Perfeksionisme mengajarkan bahwa kita akan mati secara total terhadap dosa dan mengalami pembaharuan secara menyeluruh di dalam gambar Allah. Perfeksionisme mengajarkan bahwa kita mampu untuk benar-benar sempurna di dunia ini. Tetapi Wesley membatasi kesempurnaan ini pada dosa yang disengaja. Artinya yang diketahui berdasarkan hukum Taurat bahwa itu adalah dosa dan dilanggar dengan sengaja, itu adalah dosa. Kita akan terbebas dari keinginan untuk membuat dosa yang kita ketahui bahwa itu adalah dosa. Dampak dari pemahaman ini adalah menganggap dosa yang tidak diketahui sebagai dosa bukanlah merupakan dosa. Artinya apabila ada yang kita ketahui sebagai dosa dan penganut perfeksionisme tidak mengetahui bahwa itu dosa, maka mereka akan berkata bahwa “itu adalah dosa bagi anda, tetapi tidak bagi saya”.
.
. . . . . Dalam hal ini kita tidak akan menjawab argumentasi meraka ayat per ayat. Kita hanya menunjukkan bahwa dalam Alkitab tidak pernah ada yang sempurna.
.
Semua manusia adalah orang berdosa (Roma 3:23). Bahkan rasul Yohanes menegaskan bahwa jika kita berkata bahwa kita tidak berdosa, kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita (1 Yoh. 1:8). Bahkan dalam ayat 10, rasul Yohanes menegaskan bahwa jika kita berkata tidak berdosa, maka Allah adalah pendusta. .
Kita dianjurkan untuk mengakui dosa (1 Yohanes 1:9). Kata “mengakui” dalam ayat tersebut berasal dari kata homologōmen dalan bentuk present tense. Dalam bahasa Yunani, bentuk present tense menunjukkkan tindakan yang harus dilakukan secara terus menerus. Hal ini menunjukkan bahwa kita harus terus mengakui dosa kita sampai akhir karena kita adalah orang yang berdosa. .
Kita tetap berjuang antara natur lama dan baru kita. Alkitab mengajarkan bahwa kita telah mati terhadap dosa (Roma 6:2,11), tetapi masih harus terus mematikan perbuatan-perbuatan tubuh yang berdosa (8:13).
.
R. C. Sproul menunjukkan bahaya dalam paham perfeksionisme yaitu:
.
1. Ajaran ini menghilangkan tuntutan yang serius dari hukum Allah karena menganggap dosa yang tidak disengaja bukanlah dosa.
.
2. Ajaran ini terlalu meninggikan kebenaran seseorang di atas kerohanian seseorang.
.
.
KESIMPULAN DAN APLIKASI
.
. . . . . Sebagai orang yang percaya kepada Kristus, kita sudah dibenarkan secara sempurna. Dosa kita sudah ditebus dan seluruh kebenaran Kristus diperhitungkan kepada kita. Dan ini menjadi jaminan kita saat kita mati, bahwa Allah melihat Kristus yang sempurna dalam ketaatannya di dalam diri kita. Hal ini menunjukan kepastian keselamatan kita dan kita pasti tidak binasa selama-lamanya.
.
. . . . . Pengudusan bersifat definitif dan progresif. Pengudusan definitif artinya kita sudah memiliki status sebagai orang kudus yang dikuduskan saat ini sampai selama-lamanya. Pengudusan Progresif artinya kita akan mengalami proses dan akan terus bertumbuh untuk menjadi serupa dengan gambar Kristus. Pengudusan progresif kita dapatkan dari penderitaan yang kita alami dan perbuatan kita yang sesuai dengan kehendak-Nya.
.
. . . . . Karena itu, kita sebagai orang percaya yang sudah dibenarkan agar tetap bersyukur dan bersukacita dalam pembenaran kita. Jangan takut dengan kehidupan kita, jangan takut jika kita mati hari ini ataupun besok. Karena kita sudah diselamatkan.
.
. . . . . Dan sebagai orang yang sudah dikuduskan dan akan terus mengalami pengudusan, mari kita untuk tetap setia dalam penderitaan kita baik dalam pelayanan juga karena status kita sebagai orang yang percaya kepada Kristus. Kita dicaci maki dan dihina. Tetapi semua penderitaan yang kita alami untuk menguduskan dan memurnikan kita agar menjadi serupa dangan gambaran AnakNya. Maka jangan kecewa karena beratnya tekanan dalam pelayanan ataupun beratnya menjalani kehidupan sebagai orang yang percaya.
.
. . . . . Kita juga tetap setia dalam perbuatan kita yang sesuai dengan kehendak Tuhan, karena itu juga proses pengudusan kita. Tetaplah melayani, tetaplah berbuat benar dan setia sampai akhir. Ingat janji Tuhan bahwa dalam persekutuan dengan Dia, jerih payah kita tidak sia-sia (1 Kor. 15:58).
Dalam kasihIa telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya (Efesus 1:5)
.
.
.
.
. . . . .Dalam KBBI kata “ Identitas” memiliki arti dalam kelas nomina atau kata benda sehingga identitas dapat menyatakan nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang dibendakan. Identitas Adalah ciri atau keadaan khusus dari diri seseorang, Hal tersebut dapat dilihat oleh orang lain Dan Identitas itu yang membedakan seseorang dengan org lain. Melalui Identitaslah seseorang dapat dikenal, serta itu dapat mengitepertasikan seseorang.
.
.
. . . . . Sebagai orang Kristen Kita juga memiliki Identitas diri yaitu sebagai anak-anak Allah, orang-orang terpilih, Pengikut Kristus, Dan Identitas Kita sebagai orang percaya tersebut telah dimateraikan dengan Roh Kudus, ini berarti Identitas Kita sebagai anak-anak Allah, orang-orang yg terpilih, pengikut Kristus telah melekat dalam diri sebagai orang Kristen (Percaya Kepada Kristus).
.
.
. . . . . Namun permasalahannya adalah kadang kala orang percaya tidak hidup sesuai dengan Identitas tersebut, seringkali anak2 Tuhan tidak memiliki cara hidup layaknya sebagai anak-anak Tuhan Dalam Hal ini adalah beberapa point yang dapat Kita pelajari bagaimana Caranya Kita hidup sesuai dengan Identitas Kita yaitu (Kristen);
.
.
Membiarkan Roh Kudus Membentuk Identitas kita sebagai orang Percaya. .
Menyadari bahwa yang memilih Kita adalah Allah sendiri. .
Melatih diri untuk terus hidup dalam kotidornya Tuhan. .
Bertindak sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan.
.
.
. . . . . Dengan point tersebut orang Percaya yang memiliki Identitas sebagai Kristen akan mampu hidup sesuai dengan Identitas sehingga Kristen bukan hanya sebagai Identitas namun orang Kristen hidup sesuai dengan Identitas kekristenan. Orang lain tidak melihat secara langsung Kristus yang kita beritakan, tetapi kehidupan orang percaya akan mencerminkan siapa yang ia percaya. Sehingga melalui Identitas yang kita meliki dapat kita gunakan sebagai cara untuk menyaksikan Kristus kepada orang lain.
.
.
. . . . . Melalui kehidupan kita yang memiliki Identitas sebagai orang percaya orang lain dapat mengenal Krisus dan menjadi percaya.
.
.
IDENTITAS TIDAK MENJAMIN HIDUP ORANG KRISTEN, TETAPI ORANG KRISTEN MAMPU MENUNJUKAN CERMINAN KRISTUS MELALUI CARA HIDUP SESUAI DENGAN IDENTITAS KRISTEN.