Kategori
Uncategorized

Menguji Hati

Ditulis oleh : Sdri. Ria Marissabell

.

.

Pembacaan Alkitab : Amsal 16:2-3

.

.

“Segala jalan orang adalah bersih menurut pandangannya sendiri, tetapi TUHANlah yang menguji hati. Serahkanlah perbuatanmu kepada TUHAN, maka terlaksanalah segala rencanamu.” –Amsal 16:2-3

.

.

Pada masa kini, sering kali kita mendengar berbagai seruan motivasi untuk hidup menjadi orang yang independen, hidup sebagaimana yang kita mau, memilih apa yang menurut kita benar. Intinya, segala pilihan dalam hidup kita ditentukan oleh diri kita sendiri berdasarkan apa yang menurut kita baik dan sesuai. Hal ini memang terdengar baik, kita termotivasi untuk tidak terpengaruh dengan opini negatif orang lain dalam menjalani hidup. Tetapi apakah hal ini benar?

.

.

Seringkali hal yang kita rasa baik bagi diri kita justru tidak sesuai dengan kebenaran Alkitab. Banyak yang akhirnya terjerumus dalam pilihannya sendiri yang dianggap “benar” yang sebenarnya menjerumuskan ke dalam celaka. Hal ini berlaku bagi setiap aspek kehidupan kita, baik dalam kehidupan pribadi, pekerjaan, ataupun pelayanan. Seringkali hal yang kita anggap benar dan kita merasa melakukannya untuk “kebaikan”, sesungguhnya tidak seperti apa yang kita pikirkan. Dalam Amsal 16:25 tertulis “Ada jalan yang disangka lurus, tetapi ujungnya menuju maut.” Pengertian hati manusia seringkali menipu, baik menipu orang lain maupun diri sendiri, Yeremia 17: 9-10 menuliskan Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya? Aku, TUHAN, yang menyelidiki hati, yang menguji batin, untuk memberi balasan kepada setiap orang setimpal dengan tingkah langkahnya, setimpal dengan hasil perbuatannya.”. Ini lah alasan mengapa firman Tuhan melarang kita untuk bersandar kepada pengertian kita sendiri (lih. Amsal 3:5).

.

.

Seringkali perbuatan “baik” yang kita lakukan tidak didasari dengan motivasi yang baik, terkadang kita tertipu oleh prasangka sendiri yang menganggap suatu hal baik, ataupun juga kita sudah mengetahui hal tersebut salah namun tetap melakukannya dengan berbagai pembelaan dan pembenaran. Pada dasarnya, segala keputusan yang kita ambil tidak hanya mempengaruhi kita, tetapi juga hubungan dengan sesama. Manusia lain mungkin tidak mengetahui hati kita, karena manusia memang hanya dapat melihat apa yang tampak, tetapi Tuhan melihat hati. Maka dari itu, dalam menentukan pilihan dan merancangkan sesuatu, kita perlu memiliki motivasi yang benar, sebab Yeremia 17:10 berkata “Aku, TUHAN, yang menyelidiki hati, yang menguji batin, untuk memberi balasan kepada setiap orang setimpal dengan tingkah langkahnya, setimpal dengan hasil perbuatannya.

.

.

Dari mana kita mengetahui motivasi benar atau salah? Dengan mengujinya dengan firman Tuhan. Benar atau salah nya suatu motivasi tidak diukur berdasarkan “perasaan hati” kita sendiri, melainkan berdasarkan firman Tuhan. Bagaimana cara untuk menjaga hati dan motivasi dengan benar? Dengan memelihara firman Tuhan. Jika motivasi hati kita sudah benar dan sesuai dengan firman Tuhan, maka baik pilihan ataupun rencana yang kita rancangkan akan membuahkan keberhasilan, seperti lanjutan yang tertulis dalam Amsal 16:3 “Serahkanlah perbuatanmu kepada TUHAN, maka terlaksanalah segala rencanamu. Amsal ini mengajarkan kita untuk tetap bergantung pada Tuhan dalam setiap hal yang kita perbuat, supaya kita mengerti apa yang Tuhan kehendaki, dan yang sesuai dengan rancangan-Nya bagi kita.

.

.

Dari renungan singkat hari ini, firman Tuhan dalam Amsal 16:2-3 mengingatkan kita kembali bahwa konsep hidup berdasarkan firman Tuhan ternyata berbeda dengan konsep hidup dunia modern yang self-dependent. Sebab ketergantungan pada diri sendiri akan membuat manusia merasa tidak membutuhkan tuntunan Allah, dan pada akhirnya akan menjerumuskan pada pilihan atau perbuatan yang salah. Mari kita melihat dan merenungkan kembali motivasi kita dalam melakukan segala sesuatu, baik dalam pekerjaan, pelayanan maupun hubungan dengan sesama. Sebab hanya Tuhan yang dapat menilik hati manusia, maka hendaknya kita menguji motivasi dan perbuatan kita berdasarkan firman-Nya. Kolose 3:23 memberikan motivasi terbaik sebagai pedoman kita melakukan segala sesuatu, yaitu “Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” Tuhan Yesus memberkati!

Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on email
Email
Kategori
Uncategorized

TETAPLAH KERJAKAN KESELAMATANMU

Ditulis Oleh : Pdt. Erik Kristovel, S.Th.

.

.

Pembacaan Alkitab : Flp. 2:12-16

.

.

Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir. (Flp. 2:12)

.

.

Ketika kita berbicara tentang keselamatan maka kita mengakui bahwa keselamatan di dalam kekristenan adalah anugerah melalui iman (Ef. 2:8). Bukan karena perbuatan. Rasul Paulus menekankan jangan ada yang memegahkan diri karena berpikir bahwa keselamatan adalah usaha dan kemampuan kita (Ef. 2:9).

.

.

Namun disisi lain kita menyadari bahwa kita belum di sorga walaupun kewargaan kita adalah di dalam sorga (Flp. 3:20). Kita sudah diselamatkaan saat percaya kepada Kristus dan kita sudah mendapatkan jaminan kekekalan (Ef. 1:13-14; Yoh. 10:27-29). Karena itu sama seperti jemaat di Filipi. Kita dianjurkan untuk tetap mengerjakan keselamatan kita.

.

.

Ada 4 hal yang menjadi pembelajaran kita dari ayat-ayat ini:

.

.

  1. Sikap dalam mengerjakan keselamatan (ay. 12)
    Jemaat di Filipi adalah jemaat yang taat. Hal ini diungkapkan oleh rasul Paulus dengan kata pantote yang dalam TB disebut “senantiasa”. Namun rasul Paulus tetap memerintahkan untuk mengerjakan keselamatan. Maksudnya cara mengerjakan keselamatan adalah dengan tetap taat secara terus menerus karena bentuk kata “tetaplah kerjakan keselamatanmu” adalah imperative present yang berarti suatu perintah yang dikerjakan secara terus menerus. Rasul Paulus menekankan bahwa mengerjakan keselamatan itu harus dilakukan dengan takut dan gentar maksudnya dengan penuh hormat dan rendah hati pada Allah.
    Mari kita melihat kata “kerjakan” dalam bahasa Yunani disebut katergazesthe yang berarti “menyelesaikan”. Artinya kita jangan berhenti setelah mendapatkan keselamatan. Selesaikan semua pekerjaan kita sampai kita menerima keselamatan itu seutuhnya.
    Dengan demikian rasul Paulus mengajak kita hidup dalam keselamatan yang sudah kita terima dengan menghasilkan buah keselamatan untuk seterusnya. Lakukan itu dengan sikap hormat dan bukan menganggap remeh keselamatan itu. Keselamatan itu diberikan secara cuma-cuma karena kita tidak sanggup membayarnya. Menyadari hal itu seharusnya mendatangkan kekaguman, ketundukkan dan penghormatan pada Allah.
    Saat kita membaca ayat ini, kita bisa terjebak dalam ekstrim legalisme yakni keselamatan dan berkat ditentukan oleh usaha manusia. Karena itu mari kita melihat ayat yang ke 13.

    .

    .

  2. Kedaulatan Allah dalam keinginan kita untuk mengerjakan keselamatan (ay. 13)
    Untuk menghindari kesalahpahaman, Paulus langsung menjelaskan dalam ayat 13 bahwa keinginan kita untuk mengerjakan keselamatan itu dikerjakan oleh Allah. Kata mengerjakan berasal dari kata Energon yang menunjukkan bahwa Allah adalah pribadi yang memberi energi atau kemauan atau kehendak untuk melakukan pekerjaan itu. Bentuk kata present active participle yang menunjukkan suatu pekerjaan yang efektif secara terus menerus. Maksudnya adalah ketika Allah memberikan keinginan untuk melakukan pekerjaan keselamatan itu, Allah melakukannya secara efektif secara terus menerus.
    Maka dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa kita tidak boleh berpikir bahwa kita mampu mengerjakan keselamatan tanpa Allah. Bahkan menginginkannya untuk mengerjakaanya tidak ada pada kita jika bukan Allah yang memberikkanya. Hal ini secara konsisten menunjukkan bahwa keselamatan itu murni anugerah melalui iman. Dengan penekanana “menurut kerelaanNya” atau lebih tepatnya “maksud yang baik” artinya Allah memiliki maksud dan tujuan yang baik dalam karyaNya memberikan kita keinginan itu.
    Di sini sekali lagi kita melihat paradoks yaitu kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia. Ekstrim di salah satunya bisa mengakibatkan kita menjadi fatalisme.

    .

    .

  3. Tujuan kita mengerjakan keselamatan (ay. 15)
    Dalam ayat 15 dengan jelas tujuan kita mengerjakan keselamatan adalah supaya kita tiada bernoda dan beraib. Maksudnya Paulus ingin kita sempurna (Band. Mat. 5:48). Walaupun kita sadar bahwa kita baru bisa benar-benar sempurna itu setelah Yesus datang, tetapi kesempurnaan tetaplah menjadi tujuan kita. Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak terselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya dalam kemuliaan yang semakin besar.

    .

    .

  4. Pegangan kita
    Yang menjadi pegangan kita dalam mengerjakan keselamatan adalah firman Allah (ay. 16). Firman Allah adalah pelita bagi kaki kita dan terang bagi jalan kita  (Mzm. 119:105); firman Tuhan yang mengubah pola pikir kita untuk menjadi sama dengan pemikiran dan kehendak Allah (Roma 12:1-2); firman Tuhan yang membersihkan kita (Yoh. 15:3). Firman Tuhan yang akan mendewasakan kita (Ef. 4:15). Karena itu firman Tuhan menjadi pegangan kita dalam mengerjakan keselamatan kita.

    .

    .

Mari bapak ibu yang dikasihi oleh Tuhan. Kita mengerjakan keselamatan kita dengan penuh hormat dan kerendahan hati. Jangan berpikir karena itu kemampuan kita. Allah yang memberikan kita keingingan itu. Kejarlah kekudusan dan kesucian hidup supaya kita menjadi serupa dengan gambaran-Nya. Jadikanlah firman Tuhan sebagai pegangan kita. Tuhan memberkati kita. Amin.

Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on email
Email
Kategori
Uncategorized

Berdoa untuk Bertemu

Ditulis Oleh : Anathalia Gabrielle Aguininda Koetin

.

.

Pembacaan Alkitab : Mazmur 32 : 6-7

.

.

Ketika kita memiliki pasangan, kita senantiasa ingin bertemu dengannya. Dan bukan hanya itu, terkadang pasangan yang tepat pasti akan membuat kita menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Hubungan kita dengan pasangan akan membuat kita semakin hari semakin menjadi pribadi yang juga mampu menghargai diri sendiri. oleh karenanya, bertemu dengan seseorang yang tepat adalah sama halnya dengan menemukan permata yang indah. Kita akan sangat menghargai waktu pertemuan itu.

.

.

Hal inilah yang seharusnya juga kita sadari penuh, terumata kita sebagai orang yang percaya. Ketika kita mengatakan bahwa kita percaya kepada Kristus, maka hal ini seharusnya bukan sekedar hanya kata-kata saja, melainkan kesadaran akan pengorbanan Kristus yang sangat mulia dalam kehidupan kita. Dan lebih daripada itu, pengalaman pribadi juga terkadang menjadi jalan bagi kita untuk mengenal-Nya dan firman-Nya. Itu sebabnya, salah satu hal yang menjadi waktu terbaik bagi orang percaya adalah ketika berdoa. Karena ketika kita berdoa itu sama saja dengan kita bertemu dengan Kristus.

.

.

Akan tetapi, seiring berjalannya kehidupan modern dengan kecanggihan teknologi yang berjalan begitu pesat, kita sering melihat bagaimana teknologi juga digunakan untuk mengungkapkan setiap doa dan keinginan kita kepada Kristus – yang pada hakikatnya keinginan pribadi adalah suatu hal yang personal antara kita dan Kristus. Oleh sebab itu, sebagian orang beranggapan bahwa berdoa melalui dunia maya, sama fungsinya dengan berdoa secara langsung kepada Kristus. Inilah yang pada akhirnya, membuat pertemuan istimewa itu menjadi suatu rutinitas belaka.

.

.

Penulis kitab Mazmur, hendak mengingatkan kita kembali dalam renungan singkat ini, tentang bagaimana pentingnya waktu pribadi kita dengan Tuhan. Waktu berdoa merupakan waktu kita bertemu dengan Kristus, oleh sebab itu dibawah ini beberapa hal yang menjadi dasar bagi kita mengapa kita seharusnya memiliki waktu-waktu pribadi dengan Kristus :

.

.

  1. Berdoa selagi Tuhan dapat ditemui (ay.6)
    Pemazmur mengatakan bahwa setiap orang saleh berdoa kepada Tuhan selagi Tuhan dapat ditemui, hal ini menyadarkan kita bahwa akan ada saat dimana Tuhan tidak dapat ditemui. Dan oleh sebab itu, kita sebagai orang percaya seharusnya dapat menghargai setiap waktu yang Tuhan berikan untuk kita dapat bertemu dengan-Nya. Karena dengan begitu, kita juga akan mampu menyediakan wakttu untuk bertemu dengan-Nya melalui doa pribadi, bukan melalui media sosial.

    .

  2. Doa adalah tempat persembunyian yang tepat (ay.7a)
    Ketika saya masih kecil, saya sangat suka menulis buku harian. Karena bagi saya, buku harian adalah tempat dimana saya dapat mencurahkan seluruh isi hati saya, tanpa ada orang yang mengetahuinya. Akan tetapi, semakin dewasa saya menyadari bahwa saya tidak dapat menyelesaikan masalah saya – atau bahkan menyembunyikan masalah saya sendiri. Oleh karena itu, saya membutuhkan Pribadi yang bisa mendengarkan saya, dan Dialah Tuhan. Begitupula dengan kita orang percaya, sadarilah bahwa hanya satu Pribadi yang dapat ‘menyembunyikan’ masalah dan apa yang kita rasakan, yaitu Tuhan Yesus Kristus, dan cara menyampaikannya adalah dengan berdoa.

    .

  3. Tuhan ingin menolong kita (ay.7b)
    Segala sesuatu tidak ada yang mustahil bagi Tuhan, itu benar. Akan tetapi, berapa banyak dari kita yang melakukan dan mengaplikasikan hal tersebut dalam kehidupan sehari-hari? Atau kita justru mencari bantuan manusia lebih dahulu dibandingkan Tuhan? Jawaban ini hanya pribadi kita yang mengetahuinya. Akan tetapi, dalam ayat ke-7 ini, menjadi jawaban serta penguatan bagi kita, dimana sesungguhnya Tuhan ingin melindungi dan menjaga kita. Namun, kita seringkali menjadikan Dia sebagai jalan keluar terakhir untuk pergumulan kita. Padahal, ketika kita datang kepada-Nya, maka Dia akan mendengarkan dan akan menolong kita.

    .

    .

Melalui renungan singkat hari ini kita dapat belajar bagaimana karakter berdoa adalah karakter orang percaya yang saleh, yang dapat menghargai waktu berharga bersama dengan Tuhan, selagi Tuhan dapat ditemui. Tuhan Yesus Menyertai.

.

.

–  Pray is the important thing we can do, if we want to know God and understand His plan in our lives –

Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on email
Email
Kategori
Uncategorized

ALLAH ADALAH KASIH

Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita (1 Yoh. 4:10).

.

.

Ketika kita berbicara tentang kasih maka kita akan berpikir tentang relasi yang dilandasi dengan kasih. Sebagian besar baik itu film, sinetron, novel, semua berbicara tentang kasih dan kita menyukainya. Alkitab juga berbicara tentang kasih dan Allah kita adalah kasih. Maksudnya adalah Allah kita memiliki kasih dan kasih itu ada sejak kekekalan pada Allah. Ibarat panas yang tidak terpisahkan dari matahari; dingin yang merupakan esensi dari es; demikianlah esensi ilahi adalah kasih. Kasih adalah esensi yang sangat melekat pada Allah.

.

.

Ketika berbicara mengenai Allah adalah kasih, rasul Yohanes sedang menegaskan keberadaan Allah yang adalah pribadi. Tanpa kepribadian, tidak mungkin ada kasih. Karena sesuatu yang yang tidak berpribadi tidak memiliki kapasitas untuk mengasihi ataupun menghargai kasih. Kasih Allah telah ada sejak kekal. Hal ini dimungkinkan dengan kejamakan Allah yang kita kenal sebagai Tritunggal.

.

.

Mari kita melihat sedikit tentang Tritunggal. Istilah “Tritunggal atau Trinitas” tidak ada di dalam Alkitab tetapi secara konsep memang ada. Bapa, Anak, dan Roh Kudus adalah Allah tetapi Bapa bukan Anak, dan bukan Roh Kudus. Tetapi kita memiliki Allah yang esa sehingga kita menyebutnya Tritunggal. Kita menolak Monarchianisme Modalistik, Sabellianisme, dan Jesus Only yang menekankan ketunggalan pribadi Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Juga menolak Tritheisme yang menekankan  Allah sebagai three independent separate gods yang berarti bahwa tiga Tuhan yang dipandang secara terpisah. Maka, kita menemukan definisi Tritunggal yaitu Allah yang satu hakekat tetapi tiga pribadi atau Allah yang esa menyatakan diri dalam tiga pribadi. Mungkin tidak menggambarkan Allah seutuhnya karena bahasa manusia terlalu terbatas untuk mendeskripsikan tentang Allah. Istilah Trinitas ini dipakai pertama kali oleh Tertullian yang merupakan salah satu bapa gereja. Walaupun demikian, Tertullian tidaklah sempurna dalam pemahamannya karena memandang pribadi Anak lebih rendah dari Bapa. Pada abad keempat, gereja mulai memformulasikan doktrinnya tentang Allah Tritunggal. Konsili Nicea menyebutkan bahwa Allah Putra sama esensiNya dengan Allah Bapa (325 M), lalu disempurnakan dalam konsili konstantinopel (381 M) yang menekankan keilahian Roh Kudus. Dari sini kita mengenal Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel.

.

.

Kejamakan dalam pribadi Tritunggal memungkinkan kasih itu diwujudkan secara kekal. Kasih Bapa kepada Anak, Kasih Bapa dan Anak kepada Roh Kudus. Karena itu berdasarkan ayat perenungan kita, kasih bersifat Theosentris (berpusat pada Allah). Kasih berasal dari Allah dan kita kembalikan pada Allah. Ketika kita mengasihi sesama kita, maka kita mengasihinya dengan kasih Allah.

.

.

Rasul Yohanes menekankan lagi bahwa kasih Allah itu diwujudkan kepada kita melalui pemberian Anak-Nya sebagai pendamaian bagi kita karena dosa kita. Kasih Allah kita bukan sekedar konsep yang abstrak. Kasih itu ditunjukkan dengan pengorbanan. Dengan kaitan itu, Yohanes menekankan bahwa kasih yang sebenarnya adalah kasih Allah pada kita. Kasih kita pada Allah adalah karena Allah mengasihi kita lebih dahulu. Karena itu kasih merupakan inisiatif Allah. Dan inisiatif Allah merupakan karakteristik doktrin kristiani. Bukan kita yang memilih Allah tetapi Allah yang lebih dahulu memilih kita (Yoh. 15:16); bukan kita yang mencari Allah melainkan Allah yang lebih dahulu mencari dan menyelamatkan kita (Luk. 19:10); demikian juga bukan kita yang mengasihi Allah melainkan Allah yang lebih dahulu mengasihi kita (1 Yoh. 4:10). Hal ini memberi kita kesadaran penuh bahwa kita bisa mencari Allah, percaya pada Allah, dan megasihi Allah karena Allah sudah lebih dahulu mewujudkan semua itu pada kita. Semua itu anugerah buat kita. Bukan karena kemampuan kita.

.

.

Belajar dari kasih Allah, mari kita wujudkan kasih Allah dalam hidup kita. Pertama-tama dengan juga mengasihi Allah dengan sungguh-sungguh. Allah sudah berkorban nyawa bagi kita. Mari kita belajar mengorbankan banyak hal untuk Allah kita sebagai wujud kasih kita pada Allah dengan mengorbankan waktu kita, tenaga kita, pikiran kita untuk terus membangun hubungan kita dengan Tuhan.

.

.

Dan yang kedua kita mewujudkan kasih itu kepada sesama kita mulai dari saudara kita seiman maupun kepada mereka yang tidak seiman dengan kita. Kasih itu akan terlihat bukan hanya sekedar suka menolong orang lain tetapi saat kita bisa mengampuni orang yang menyakiti kita, mendoakan orang yang membenci kita.

.

.

Mari kita wujudkan kasih itu bukan sekedar perintah Tuhan  tetapi karena kita benar-benar mengasihi Tuhan dan menyadari bahwa Tuhan sudah lebih dahulu mengasihi kita. Tuhan memberkati kita. Amin.

Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on email
Email
Kategori
Uncategorized

The Enmity of God


Pembacaan Alkitab : Yudas 1:14-16

.

.

Penyebutan Yudas terhadap karakter musuh gereja makin jelas. Yudas menyebutnya sebagai orang fasik.

.

.

Mereka adalah orang-orang yang menggerutu dan menyesali keadaannya (16). Seperti orang Israel yang mengeluhkan keadaan mereka di padang gurun yang jauh berbeda dari keadaan mereka di Mesir, para pengajar ini menggerutu akan kehidupan kekristenan mereka. Kefasikan itu juga digambarkan dengan hidup menuruti hawa nafsu, berbicara dengan kasar, dan memanfaatkan orang lain.

.

.

Pada dasarnya, musuh gereja ini adalah orang-orang yang hidup seperti orang tidak mengenal Allah. Mereka tidak mau tunduk kepada kehidupan yang ditetapkan Allah. Mereka ingin hidup sebebas-bebasnya.

.

.

Konsekuensi atas perbuatan mereka adalah hukuman Allah (14-15). Yudas menggunakan nubuatan Henokh untuk menyatakan kepastian hukuman itu (bdk. Ul 33:2-4; Yes 66:15-16). Allah akan menghukum orang fasik yang bertindak melawan hukum-hukum-Nya. Nubuat Henokh ini menegaskan bahwa semujur-mujurnya orang fasik, pada akhirnya mereka akan binasa. Tak ada faedahnya menjadi sahabat dunia kalau akhirnya mereka binasa.

.

.

Sebagai umat tebusan Allah, kita harus hidup sesuai standar Allah. Kita diselamatkan Allah bukan supaya kita “mati bagi dosa” saja, melainkan juga “hidup bagi Allah” (Rm 6:11). Standar hidup kita bukan lagi kehidupan lama yang sia-sia, melainkan kehidupan baru di dalam Kristus Yesus (bdk. 1Kor 10:6-11).

.

.

Oleh karena itu, jangan bangkitkan cemburu Tuhan. Jangan iri dengan kemujuran orang fasik. Jangan mengeluh karena harus berjuang untuk taat kepada Kristus setiap hari. Jangan menggerutu kalau kita tidak bisa hidup sebebas-bebasnya seperti sebelum mengenal Yesus. Jangan lagi berniat untuk hidup di luar Kristus. Semua itu hanya akan mendatangkan hukuman.

.

.

Ingatlah firman ini: “Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah” (Yak 4:4).

Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on email
Email
Kategori
Uncategorized

Tenang

Ditulis oleh : Sdri. Ria Marissabell

.

.

Pembacaan Alkitab : Matius 8:23-27

.

.

.

.

Kisah Yesus meredakan angin ribut di danau Tiberias dalam Matius 8:23-27 sudah sangat sering kita dengar di berbagai pemberitaan Firman Tuhan, namun apakah kisah ini juga sering kita ingat ketika kita sedang ada dalam badai kehidupan?

.

.

.

.

Ketika Yesus bersama murid-murid-Nya berada di perahu di tengah danau, angin ribut datang sehingga perahu diombang-ambingkan gelombang. Dan murid-murid Yesus mulai ketakutan, tetapi Yesus tetap tidur. Murid-murid membangunkan-Nya dan berkata “Tuhan, tolonglah, kita binasa.” Dari kisah singkat peristiwa di danau ini, kita sudah dapat mengetahui apa yang dirasakan murid-murid saat itu. Mereka takut dan khawatir, bahwa mereka akan binasa. Namun, apakah sebenarnya Yesus tidak mengetahui badai akan datang? Atau tidakkah Yesus peduli akan keselamatan mereka di tengah badai? Mengapa Yesus tetap tertidur tenang?

.

.

Jawabannya ada di kalimat yang dikatakan Yesus kepada mereka, “Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?” Sebelum Yesus meredakan badai, terlebih dahulu Ia menegur murid-murid-Nya. Sebab, ketakutan telah menguasai pikiran dan hati murid-murid-Nya, bahkan mereka sampai berpikir mereka akan binasa. Yesus tidak memarahi murid-murid-Nya karena ketakutan mereka, namun Yesus ingin murid-Nya belajar percaya. Jadi, apakah Yesus tidur sebab Ia tidak peduli dengan keselamatan mereka? Tidak, Yesus mau murid-Nya belajar percaya bahwa bersama Yesus mereka tidak akan binasa.

.

.

Seberapa sering kita menjadi seperti murid-murid Yesus yang overthinking? Takut adalah hal yang manusiawi, namun ketakutan yang telah menguasai hati dan pikiran akan membawa tekanan dan kesesakan kepada diri kita sendiri. Bahkan seringkali kekhawatiran yang berlebih membuat kita putus asa dan tidak dapat mencari jalan keluar atas permasalahan yang sedang dihadapi. Mungkin pernah kita berpikir “mengapa Tuhan diam saja?”, ”Mengapa keadaan tidak berubah?”. Terkadang Tuhan seolah diam dan tidak peduli, tetapi sebenarnya tidak demikian. Sama seperti para murid, Yesus mau kita untuk belajar percaya. Yesus mau kita percaya bahwa ketika kita bersama Yesus, kita tidak akan binasa. Kita bisa tetap tenang dalam badai kehidupan ketika kita percaya bahwa Yesus yang ada bersama-sama dengan kita adalah Tuhan yang memegang kendali dan kuasa atas segala sesuatu.

.

.

Kehidupan bersama Yesus bukan berarti kehidupan yang tidak memiliki badai masalah, tetapi kehidupan yang tetap memiliki sukacita dan kedamaian sekalipun ada di tengah badai masalah. Marilah kita belajar untuk percaya dan menyerahkan segala kekhawatiran kita kepada Tuhan dan percaya akan rancangan-Nya dalam setiap hal yang terjadi di dalam kehidupan. Kiranya dalam badai-badai kehidupan yang akan kita hadapi di depan, kita dapat mengingat kembali kisah Yesus meredakan angin ribut ini, dan kembali diteguhkan untuk tetap percaya dalam penyertaan-Nya. Tuhan Yesus memberkati!

.

.

.

.

“Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan.”
– Yakobus 1:2-3

Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on email
Email
Kategori
Uncategorized

IMAN SEJATI BERBUAH PERDAMAIAN

Pembacaan Alkitab : YAKOBUS 3:1-18

.

.

“Dan buah yang terdiri dari kebenaran ditaburkan dalam damai untuk mereka yang mengadakan damai” Yakobus 3:18

.

.

Rasanya hati kita hancur saat menjumpai pertikaian dalam komunitas tubuh Kristus. Akan tetapi, inilah realitas kehidupan! Pertikaian tidak hanya terjadi sekarang, tetapi sudah ada sejak dulu. Dalam suratnya, selain mengungkapkan persoalan komunitas orang percaya dalam hal pembedaan status miskin/kaya, Yakobus juga mengungkapkan adanya pertikaian. Apa nasihat Yakobus untuk mengatasi masalah ini?

.

.

  1. Iman sejati seharusnya tercermin melalui ketaatan untuk “mengekang” lidah (3:1-12).
    Lidah itu seperti kekang pada mulut kuda dan kemudi pada kapal: sesuatu yang berukuran kecil, tetapi dapat mengontrol sesuatu yang besar. Lidah juga seperti api: betapa pun kecilnya, api dapat membakar hutan yang besar (3:3-5). Lidah dapat mengontrol, tetapi dapat juga menghancurkan. Apakah hal ini berarti bahwa Yakobus mengajar kita untuk menjadi orang yang “serba diam untuk hal apa pun”? Tentu tidak! Yakobus mengingatkan orang percaya untuk menyatakan iman melalui ucapan yang dikontrol. Ia mengingatkan bahwa seharusnya ada konsistensi dalam perbuatan sehari-hari karena tidak mungkin berkat dan kutuk muncul dari mulut yang sama (3:9-12).

    .

    .

  2. Meminta dan menjalani hidup berdasarkan hikmat dari Allah (3:13-18)
    Hal kedua inilah yang menjadi kunci untuk mengatasi pertikaian, yaitu meminta dan menjalani hidup berdasarkan hikmat dari Allah (3:13-18). Bukankah apa yang diucapkan mulut merupakan cermin isi hati? Jika kita menaruh perasaan iri hati, mementingkan diri sendiri, memegahkan diri dan berdusta melawan kebenaran, sesungguhnya kita sedang dikuasai oleh hikmat yang datangnya dari dunia, dari nafsu manusia, dari setan-setan. Itulah sumber iri hati, mementingkan diri sendiri, kekacauan, dan segala macam perbuatan jahat (3:15-16). Memang, “tidak seorang pun yang berkuasa menjinakkan lidah” (3:8). Akan tetapi, bila seseorang sungguh-sungguh meminta hikmat Allah dalam iman dan rindu mewujudkan perbuatan yang selaras dengan iman yang sejati, hikmat Allah yang murni, pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan, penuh buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik akan bekerja dalam dirinya. Singkatnya, perwujudan hikmat Allah adalah damai. Iman yang sejati pasti berbuahkan damai, bukan pertikaian. Tuhan Yesus memberkati Amin.
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on email
Email
Kategori
Uncategorized

Roh Kudus Sebagai Jaminan Orang Percaya

Ditulis Oleh : Pdt. Erik Kristovel

.

.

Di dalam Dia kamu juga – karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu injil keselamatanmu – di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu. Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaan-Nya. (Efesus 1:13-14).

.

.

Apa yang kita pikirkan ketika berbicara tentang Roh Kudus? Mungkin hal pertama yang kita pikirkan adalah karunia Roh atau bisa saja pribadi ketiga dalam Tritunggal yang Kudus ataupun mungkin pekerjaan Roh Kudus yang melahir barukan dan menghibur kita. Kita juga diingatkan agar tidak mendukakan Roh Kudus (Ef. 4:30). Hal lain yang kita pikirkan ketika kita berbicara tentang Roh Kudus tentu saja mengenai dosa yang tidak terampuni yaitu menghujat Roh Kudus (Mrk. 3:29; Luk. 12:10).

.

.

Namun kali ini kita memikirkan mengenai Roh Kudus dalam kaitannya dengan keselamatan. Beberapa hal yang menjadi perenungan kita berdasarkan nats kita saat ini adalah:

.

.

  1. Orang yang percaya kepada Yesus dimeteraikan dengan Roh Kudus (ay. 13). Jika kita ditanyakan kapan kita memiliki Roh Kudus, maka jawabannya adalah saat kita percaya pada Yesus (ay. 13). Istilah “meterai” adalah sebuah tanda kepemilikan dimana kita adalah milik Allah secara sah tidak mungkin digagalkan oleh pihak lain.  Dalam Roma 8:9b (Band. Rm. 8:14-17), rasul Paulus menjelaskan bahwa jika orang tidak memiliki Roh Kristus, maka dia bukan milik Kristus.

    .

    .

  2. Roh Kudus merupakan jaminan bagian kita. Kata “jaminan” berasal dari kata arrabon yang berarti uang muka atau janji. Kata ini merupakan suatu pengesahan suatu kontrak/pembelian dan memberikan kepastian bahwa pembayaran akan dilunasi. Dalam Perjanjian Baru Paulus memakainya dalam arti kiasan (band. 2 Kor. 1:22; 5:5): jaminan, panjar, yaitu Roh Kudus. Roh Kudus yang Tuhan berikan kepada anggota-anggota jemaat adalah jaminan (panjar) dari keselamatan penuh yang akan dianugerahkan-Nya kelak. Dengan demikian ketika kita diberikan Roh Kudus, kita mendapatkan suatu garansi yakni milik permulaan yang menjamin warisan penuh bagi kita (Rm. 8:3). Calvin menjelaskan hal itu sebagai berikut: “Kalau kita telah menerima Roh Allah, kita tidak sangsi lagi akan janji-janji-Nya dan tidak takut lagi akan kemungkinan (bahaya), bahwa Ia menarik kembali janji-janji-Nya itu; bukan karena Allah tidak pasti, tetapi karena kita akan lebih kuat berdiri dalam janji-janji itu bantuan (topangan) dari kesaksian Roh.”

    Kata “penebusan” berarti pembebasan total dari segala kejahatan yang terjadi pada kedatangan Kristus yang keduakali (Band. Rm. 8:23; Ef. 4:30). Kata “pembebasan” dalam Rm. 8:23 dan “penyelamatan” dalam Ef. 4:30 dalam terjemahan NIV (New International Version) disebut redemption yang berarti penebusan.

    .

    .

Ketika kita percaya kepada Yesus, kita mengalami pembaptisan Roh Kudus yang merupakan meterai dimana kita menjadi milik Allah dan tidak dapat dibatalkan sehingga kita disebut anak-anak Allah. Roh Kudus juga menjamin semua berkat-berkat rohani kita sampai kita memperoleh seluruh berkat rohani menjelang kedatangan Kristus yang kedua kali dimana keselamatan menjadi puncak dari berkat rohani yang telah dijamin sejak sekarang.

.

.

Apa yang menjadi kekhawatiran kita sekarang? Bukankah keselamatan kita sudah dijamin? Roma 8:17 menyatakan bahwa jika kita adalah anak-anak Allah maka kita adalah ahli waris. Kita memperoleh semuanya setelah kita mengalami penderitaan bersama Kristus di dunia ini yang merupakan bagian dari pengudusan kita. Saat orang-orang ingin meraih kesuksesan dimana mereka berpikir itulah kebahagiaan mereka, mereka rela mengorbankan seluruh hidup dan kesenangan mereka dan menderita. Mereka menderita untuk kebahagiaan yang semu. Mengapa kita tidak rela menderita bagi Kristus yang memberikan kebahagiaan yang sejati dan kekal itu? Paulus dalam keyakinannya menyatakan bahwa penderitaan yang kita alami sekarang tidak akan dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang kita terima nanti (Rm. 8:18). Apalagi yang membuat kita ragu dan takut? Karena itu milikilah prinsip hidup: “Hidup adalah Kristus”. Tuhan memberkati kita. Amin.   

Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on email
Email
Kategori
Uncategorized

KRISTUS IMAM BESAR KITA

Inti segala yang kita bicarakan ialah: kita mempunyai Imam Besar yang demikian, yang duduk di sebelah kanan takhta Yang Mahabesar di sorga. (Ibrani 8:1)

.

.

Saat kita mengetahui bahwa natur manusiawi Kristus sampai sekarang masih bersatu dalam pribadi logos (tanpa bercampur), kita bisa saja berpikir untuk apa natur manusia itu? Bukankah karya penyelamatan Allah sudah selesai? Namun kita lupa satu hal, Alkitab menjelaskan bahwa Dia tetap menjadi Imam Besar kita yang Agung (Ibr. 7:24-35; 8:1) walaupun karya penyelamatan Allah sudah selesai.

.

.

Penulis Mazmur mengaitkan keimaman Kristus dengan keimaman menurut Melkisedek. Maksudnya begini: Melkisedek lebih besar dari Abraham (dibuktikan dengan Abraham memberi persepuluhan kepada Imam Melkisedek), demikian juga Kristus lebih besar dari keturunan Abraham yaitu Harun (7:1-11). Melkisedek tidak diketahui awalnya dan akhirnya; demikian juga Kristus yang tidak berawal dan tidak berakhir. Kristus adalah imam untuk selama-lamanya menurut peraturan Melkisedek (Mzm. 110:4).

.

.

Istilah “duduk di sebelah kanan takhta Yang Mahabesar” menunjukkan suatu pekerjaan Kristus menjadi perantara kita belum selesai. Duduk di sebelah kanan Allah juga berarti Yesus Kristus sudah mempersembahkan korban yang sempurna. Jika sudah sempurna maka tidak perlu lagi ditambahkan dengan perbuatan baik. Pekerjaan-Nya dalam karya penyelamatan sudah tuntas (Ibr. 1:3; 10:12,14). Sekarang, Kristus telah memasuki bait Allah yang sesungguhnya di surga (Ibr. 9:11-12) dan menjadi pengantara kita. Istilah “menjadi pengantara” seharusnya diartikan “Berdoa syafaat”. Kristus terus menjadi pendoa syafaat bagi kita.

.

.

Ada dua alasan mengapa Kristus terus bersyafaat bagi kita:

  1. Karena Iblis selalu menuntut untuk menjatuhkan orang-orang percaya. (Luk. 22:31-32). Iblis seperti singa yang mengaum-aum yang siap menelan kita kapan saja (1 Ptr 5:8). Iblis tidak akan berhenti. Dia ingin kita jatuh. Tetapi Kristus tidak akan membiarkan kita kehilangan iman kita seperti Petrus yang tidak kehilangan imannya walaupun sempat menyangkali Yesus. Yang perlu kita lakukan adalah mari kita saling menguatkan bukan menghakimi. Saling mendorong, merangkul dan mengasihi apabila ada orang yang jatuh ke dalam dosa.
    Jika kita yang jatuh ke dalam dosa, jangan terpuruk di sana. Kita punya Imam Besar yang agung yang terus menjadi perantara kita yaitu Yesus Kristus yang adil. (1 Yoh. 2:1).

    .

    .

  2. Karena Iblis selalu mendakwa kita siang dan malam (Why. 12:10). Setelah kita diselamatkan, kita bukanlah orang yang sempurna, kita masih berbuat dosa. Kita masih dalam proses pengudusan. Kita terus diperbarui dari hari ke hari. R. C. Sproul menyatakan bahwa penciptaan kita secara spiritual di dalam Kristus mengawali ciptaan intelektual dan emosional, namun belum sempurna. Beliau melanjutkan bahwa kita masih memiliki beberapa pola pikir dan asumsi-asumsi filosofis yang lama. Dari pernyataan R. C. Sproul kita melihat bahwa kita masih memungkinkan untuk jatuh. Dalam hal ini Iblis akan terus mendakwa kita siang dan malam. Karena itu kita membutuhkan seorang pembela. Kristus Yesus, yang telah mati? Bahkan lebih lagi: yang telah bangkit, yang juga duduk di sebelah kanan Allah, yang malah menjadi pembela bagi kita? (Roma 8:34).

    .

    .

Kita bukan orang yang sempurna. Kita adalah orang berdosa. Mungkin kita berpikir dosa kita sudah tidak termaafkan lagi. Kita sudah benar-benar menyakiti hati Tuhan. Akhirnya kita ingin menjauh dari Tuhan. Kita didakwa oleh diri kita sendiri, keluarga kita, teman-teman kita, orang-orang yang kita percayai. Pertanyaan buat kita yang berpikir demikian adalah dosa yang sebesar apa yang Tuhan tidak ampuni? Hanya menghujat Roh Kudus yang tidak terampuni. Pandanglah kepada Imam besar kita dan bersujud dikakiNya. Dia Imam Besar yang bersyafaat bagi kita. Allah bahkan sudah mengampuni kita sebelum kita memintanya karena kita punya Imam Besar. Dan lanjutkan kehidupan kita dengan lebih baik dan memuliakan Allah. Tuhan memberkati kita. Amin.

Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on email
Email
Kategori
Uncategorized

PERAN ROH KUDUS BAGI ORANG PERCAYA

Pembacaan Alkitab : YOHANES 14-20

.

.

Dalam renungan ini mengingatkan Kita kembali mengenai peran Roh Kudus dalam kehidupan Kita sebagai orang percaya:

.

.

  1. Roh Kudus sebagai penolong (Ayat 15-16)
    Dalam ayat 15 “Jika kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah Ku”. Dalam ayat ini Tuhan Yesus menyatakan bahwa Penolong itu memampukan orang percaya untuk mengasihi Tuhan Dan menuruti segala perintahNya. Artinya Roh Kudus sanggup memberikan pertolongan dalam situasi apapun didalam hidup kita. Jika Roh Kudus selalu menyertai Kita Maka tidak akan ada jalan buntu karna selalu Tuhan bukan akan bahkan memampukan Kita sebagai orang percaya dalam menjalani perintah-perintahNya, dan Roh Kudus yang di janjikan itu akan menyertai Kita selama-lamanya.

    .

    .

  2. Roh Kudus sebagai pengajar yang senantiasa mengajarkan tentang kebenaran (Ayat 17)
    Yohanes 14:25-26 “Semuanya itu Kukatakan kepadamu, selagi Aku berada bersama-sama dengan kamu; tetapi penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam namaKu, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu.” Roh Kudus senantiasa mengajarkan dan mengingatkan kita semua yang Tuhan Yesus katakan dan ajarkan. Hal ini dapat terjadi karena Ia menyertai dan diam didalam kehidupan setiap orang percaya.

    .

    .

  3. Roh Kudus sebagai saksi yang juga bersaksi bersama kita (Yoh. 15:26)
    Bagaimana Kita menjadi saksi?
    Matius 10:19-20, Roh Kudus akan memberikan Kita hikmat Dan kemampuan untuk berkata-kata mengenai Kristus Dan kebenaran bahkan Galatia 2:19-20, Paulus memberikan teladan bagaimana menjadi saksi Kristus bukan hanya sebatas ucapan namun seluruh aspek kehidupan jadi kesaksian kita bukan hanya bersaksi melalui kata-kata lagi tetapi juga hidup Kita seutuhnya menjadi saksi Kristus bagi banyak orang.

    .

    .

Untuk itu renungan ini mengajak Kita untuk terus hidup dalam pimpinan Roh Kudus supaya hidup Kita dituntun untuk menjadi saksi Kristus kapanpun dan dimanapun kita berada sebagai orang-orang percaya. Tuhan Yesus memberkati Amin.

Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on email
Email