Iman Merupakan Persetujuan

WhatsApp Image 2022-07-08 at 15.57.45

Ditulis Oleh : Pdt. Erik Kristovel

.

.

Tetapi jawab perwira itu kepada-Nya: “Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku, katakana saja sepatah kata maka hambaku itu akan sembuh. …” (Matius 8:8)

.

.

Allah kita adalah Allah Tritunggal. Sebagai pribadi kedua dalam ketritunggalan Allah, Yesus datang ke dunia untuk menebus kita dari dosa. Kita diselamatkan hanya melalui iman. Kita diberikan jaminan oleh Roh Kudus untuk memperoleh berkat-berkat rohani yang sepenuhnya. Itu adalah dasar-dasar pengetahuan kita tentang yang kita imani. Tetapi akan berbahaya jika itu hanya sekedar pengetahuan saja tanpa persetujuan (assent). Kita akan menjadi teoritis dan cenderung sombong dengan pengetahuan yang kita miliki.

.

.

Karena itu Elemen iman yang lain selain pengenalan (Knowledge) adalah persetujuan (assent). Persetujuan tentu saja melibatkan emosi yang ada di dalam diri kita. Kita belajar dari seorang perwira yang datang kepada Yesus untuk kesembuhan hambanya. Saat Yesus akan ke rumahnya, sang perwira menolak dan hanya meminta sepatah kata saja maka hambanya akan sembuh. Yesus memuji iman hamba ini. Sang perwira tentu tahu Yesus mampu menyembuhkan hambanya hanya dengan sepatah kata. Di sini elemen knowledge terlibat, tetapi  sang perwira melengkapinya dengan elemen persetujuan (assent) yang melibatkan emosi yaitu kerendahan hati. Yesus yang melihat hal itu langsung memuji iman sang perwira (Mat. 8:10). Matthew Henry dalam tafsirannya menyatakan bahwa semakin rendah hati orang maka imannya semakin besar.

.

.

Jika kita membandingkan kisah ini dengan kisah perempuan Kanaan yang meminta agar Yesus anak perempuannya yang menderita karena kerasukan setan dan Yesus menolaknya karena roti seharusnya diberikan kepada anak-anak bukan melemparkannya kepada anjing, Anjing tentunya ungkapan orang Yahudi kepada orang non Yahudi dan itu sudah lazim sehingga pernyataan ini menunjukkan sebuah kebiasaan bukan sesuatu yang kasar lagi. Tetapi jelas Yesus menolak dengan keras untuk menyembuhkan anak wanita tersebut. Wanita tersebut menjawab dengan kerendahan hati bahwa, “anjing tersebut memakan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya”. Walaupun dia seperti anjing, dan hanya akan makan remah-remah dari meja tuannya, itu sudah cukup baginya. Setidaknya dia masih mendapat remah-remahnya. Pernyataan kerendahan hati yang luar biasa yang melibatkan perasaan emosional menyebabkan Yesus berkata dalam Mat. 15:28: “Hai ibu, besar imanmu …”

.

.

Saat Yesus di kayu salib bersama dua orang penjahat besar (hanya penjahat besar yang terkutuk yang mendapat hukuman salib), seseorang diantaranya mengakui bahwa mereka layak mendapat hukuman karena dosanya (Luk. 23:41). Dilanjutkan dengan pengetahuan yang Dia miliki tentang Yesus. Lalu dengan kerendahan hati memohon pengampunan dengan pernyataan untuk tetap mengingat dia. Dia hanya meminta diingat karena dia sangat sadar betapa jahatnya dia. Dia tidak meminta diturunkan dari salib. Dia tidak meminta agar Yesus membawanya ke surga. Dia hanya minta agar dia diingat. Yesus merespon iman sang penjahat dengan menyediakan Firdaus (surga) baginya.

.

.

Saat Paulus dan Silas dipenjara; Tuhan membebasakan mereka dengan gempa bumi yang membuka semua pintu penjara. Mereka menderita tetapi mereka bersukacita dan bernyanyi di dalam penjara (Kis. 16:25). Karena semua penjara terbuka maka kepala penjara ingin bunuh diri karena memang demikianlah ketentuan hukum Romawi bahwa jika sang penjaga tahanan kehilangan tawanannya, maka ia harus menanggung hukuman tahanan tersebut (Band. Kis. 12:19). Lalu Paulus dan Silas mencegahnya dan memberitakan injil padanya. Kepala penjara Filipi bertobat dan menerima Yesus. Lalu dalam Kis. 16:34 dijelaskan bahwa kepala penjara sangat bergembira karena ia dan seluruh isi rumahnya telah menjadi percaya pada Allah.

.

.

Empat kisah di atas memberikan kita pemahaman yang jelas mengenai iman yang melibatkan perasaan. Alkitab mengatakan kita berdosa, maka kita menyetujuinya dengan kepedihan hati dan kerendahan hati. Alkitab mengatakan kita diselamatkan melalui Kristus. Kita menyetujuinya dengan perasaan sukacita.

.

.

Bagaimana dengan kita? Apakah iman kita hanya sebatas pengetahuan? Jika masih sebatas pengetahuan, iman kita belum lengkap. Anthony A. Hoekema (Profesor emeritus teologi sistematika di Calvin Theological Seminary, Michigan, Amerika Serikat) menyatakan bahwa iman yang merupakan sekedar pengetahuan tanpa persetujuan bukanlah iman yang sejati.

.

.

Teologi bukan sekedar pengetahuan. Teologi harus melibatkan persetujuan yang melibatkan emosi kita, diri kita sepenuhnya. Itu sebabnya, marilah kita benar-benar memiliki pemahaman yang dalam tentang Alkitab tetapi juga meresapi, menghayati dan merespon pengetahuan kita dengan sikap yang benar yaitu kerendahan hati, kesedihan karena dosa dan sukacita karena Kristus sudah menyelamatkan kita. Tuhan memberkati kita. Amin.

Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on email
Email

Komentar ditutup.

Perjuangan Mengasihi

Ditulis Oleh : Pdt. Joni, S.Th. . .Pembacaan Alkitab : Amsal 14:21-35 . . Mengasihi sesama bukanlah perkara mudah. Sering kali kita terjebak oleh berbagai

Read More »