Ditulis oleh : Ria Marissabell
.
.
Bacaan : Mazmur 8:1-10
.
.
“Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan: apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?” – Mazmur 8:4-5 (TB)
.
.
.
.
. . . . . Memandang langit di tengah malam mungkin merupakan kegemaran untuk beberapa orang. Sayangnya, langit Ibu Kota tidak dapat diharapkan untuk menjadi panggung pertunjukkan gemerlap bintang di gelap malam. Jika kita menepi sebentar ke tempat yang jauh dari polusi dan asap kendaraan, mungkin dapat terlihat dengan jelas hamparan bintang di langit malam. Sampai hari ini, diperkirakan ada 200 miliar galaksi di alam semesta, dan setiap galaksi terdiri atas miliaran bintang. Matahari, pusat tata surya kita, adalah salah satu dari miliaran bintang yang ada di galaksi Milky Way. Terlalu banyak, bahkan lebih dari perkiraan manusia, jumlah bintang yang ada di langit. Dan semua ini menunjukkan betapa megahnya alam semesta yang luasnya tidak mungkin dapat diperkirakan manusia, dan betapa besar dan mulianya Sang Pencipta.
.
.
. . . . . Dalam puisi Daud ini, ia menyaksikan keagungan Tuhan yang tercermin dalam megahnya karya ciptaan-Nya. Di ayat 5 ia mengatakan “apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia sehingga engkau mengindahkannya?” Dalam Mazmur pasal 8 ini, Daud menggambarkan betapa kecilnya manusia diantara ciptaan lain di alam semesta (ay. 4-5), dan betapa mulianya manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, serta diberi-Nya kuasa atas segala ciptaan lain yang ada di bumi (ay. 6-7). Disini kita diajak Daud untuk merenungkan siapa kita dibandingkan indahnya bintang-bintang di langit? Seberapa besar kita dibandingkan megahnya alam semesta? Sampai-sampai Allah memperhatikan, memperdulikan, dan memelihara kehidupan manusia, bahkan pribadi lepas pribadi?
.
.
. . . . . Ada hal-hal menarik tentang manusia yang dapat kita pelajari dari Mazmur Daud ini. Pertama, betapa mulianya manusia diciptakan Tuhan. Ia tidak menciptakan gambar dan rupa-Nya dari salah satu bintang di langit, tetapi dari debu tanah. Dari debu tanah diciptakan-Nya manusia. Debu tanah yang tidak ada bandingannya dengan hamparan bintang di langit, dijadikan-Nya berarti. Bahkan Allah menjadikan manusia rekan sekerja Allah, untuk berkuasa atas segala ciptaan di bumi. Mazmur pasal 8 yang diberi judul “manusia hina sebagai mahkluk mulia” ini mengajak kita menyadari betapa berharganya manusia di mata Tuhan, dan betapa mulianya kita dijadikan-Nya. Sehingga kita kembali harus memaknai nilai hidup kita dari sudut pandang Sang Pencipta. Berharga dan mulia.
.
.
. . . . . Kedua, Tuhan menciptakan manusia dengan tujuan. Eksistensi manusia di bumi bukanlah hanya untuk mengisi kekosongan bumi. Salah satu alasan manusia mulia dan istimewa adalah Tuhan menciptakan manusia dengan tujuan khusus. Setiap orang diberi-Nya tujuan berbeda-beda sesuai dengan rencana-Nya bagi kehidupan orang tersebut di bumi. Dan, sama seperti megahnya langit yang mencerminkan keagungan Sang Pencipta, kehidupan manusia juga harus mencerminkan kemuliaan Allah Yang Mulia. Orang lain mungkin boleh berkomentar apapun tentang kehidupan kita, tetapi tidak satu pun dari komentar tersebut mampu mengubah tujuan hidup yang telah ditetapkan Tuhan dalam hidup setiap kita. Singkatnya, Tuhan lah yang memiliki rencana, itu sebabnya hidup kita punya tujuan.
.
.
. . . . . Betapa indahnya menyadari betapa berharga dan mulianya manusia diciptakan Tuhan. Kesadaran ini harusnya juga menjadi pengingat untuk kita memaknai kehidupan kita. Bahwa hari-hari dalam kehidupan kita merupakan anugerah yang sangat berarti, yang seharusnya tidak kita jalani dengan semena-mena. Sebab kehidupan kita di bumi adalah perjalanan kita mencapai tujuan yang telah tetapkan Allah kepada setiap pribadi. Dan kesadaran ini juga seharusnya membangkitkan kembali pengharapan kita untuk menjalani hidup, sebab Allah Sang Pencipta alam semesta yang megah selalu mengingat, mempedulikan, dan memelihara kehidupan manusia yang kecil. Kesimpulannya, jika kita melihat nilai hidup kita dari perspektif Allah, maka cara kita memaknai hidup pun akan berubah. Tuhan Yesus memberkati!
.
.
“How rare and beautiful it is to even exist”
.
.