Kategori
Uncategorized

DOA YANG DIJAWAB OLEH TUHAN

Ditulis Oleh : Pdt. Erik Kristovel, S.Th.

.

.

Pembacaan Alkitab : Yoh. 15:7-8

.

.

.

.

Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya. (Yoh. 15:7)

.

.

.

.

Salah satu kebahagiaan kita sebagai orang percaya adalah ketika doa kita dijawab oleh Tuhan. Tuhan senang ketika kita meminta kepada-Nya dan Tuhan senang mengabulkan doa kita. Namun kita akan belajar lebih jauh tentang doa.

.

.

Kita pasti sering mendengar bahwa ketika kita berdoa, maka ada 3 jawaban Tuhan yaitu ya, tunggu, dan tidak. Ya, jika itu sesuai kehendakNya dan memang sudah waktuNya. Tunggu, jika itu sesuai kehendak-Nya namun belum waktuNya. Tidak, jika itu tidak sesuai dengan kehendak Tuhan.

.

.

Ketiga hal ini tentu sudah kita terima sebagai orang yang percaya kepada Kristus. Namun bagaimana dengan Yoh. 15:7? Bukankah kita akan menerima apa saja yang kita minta? Tetapi realita yang kita alami adalah tidak semua permintaan kita dikabulkan.

.

.

Karena itu itu harus melihat ayat tersebut dalam konteks sehingga kita tidak menyimpang dari maksud Yesus.

.

.

“Tinggal di dalam Kristus” menjadi kata kunci dalam seluruh bagian Yohanes 15:1-8. Di luar Kristus kita tidak bisa berbuat apa-apa (ay. 5). Jika kita tidak berbuah maka kita akan dipotong (ay. 2,6). Lalu bagaimana kita tinggal di dalam Kristus?

.

.

  1. Melalui firman-Nya (ay. 7a). Firman-Nya membersihkan kita (ay. 3); melalui firman kita mengenal dan mencintai kehendak Kristus bahkan mencintai Kristus sendiri. Melalui firman-Nya kita mengalami pembaharuan pola pikir kita dari yang cinta dunia menjadi cinta Allah. Dimana firman diberitakan maka di sana Kristus ada. Sebab firman itu dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu (Roma 10:8). Bagaimana dikatakan bahwa firman itu di mulut kita dan di hati kita? Karena kita hidup bergaul dengan firman Allah. Sehingga firman akan menjadi penuntun kita karena firman itu pelita bagi kaki kita dan terang bagi jalan kita (Mzm. 119:105).

    .

    .

  2. Melalui Doa (ay. 7b). Doa menjadi salah satu cara kita tinggal di dalam Kristus. Jika firman adalah Tuhan berbicara pada kita maka doa adalah kita berbicara pada Tuhan. Karena itu firman dan doa tidak bisa dipisahkan. Doa adalah nafas dari seluruh kehidupan kita baik secara jasmani maupun secara rohani. Dengan doa kita mengalahkan ego kita dan mengikuti firman Tuhan. Dengan doa kita mampu hidup sesuai perkenan Tuhan. Dengan doa kita memiliki hubungan yang intim dan dekat dengan Tuhan. Semakin kita sering berdoa, kita akan semakin mencintai Tuhan dan mencintai kehendakNya.

    .

    .

Kita fokus kepada doa. Kalimat pada ayat 7 tersebut menekankan bahwa apa saja yang kamu minta, kamu akan menerimanya. Maka yang perlu kita pertanyakan adalah siapa yang dimaksud dengan “kamu” dalam ayat tersebut? Dari konteks yang kita baca maka mereka adalah orang yang sudah dibersihkan dengan firman (ay. 3). Orang yang sudah dipangkas (ay. 2). Orang yang Tinggal di dalam Kristus (4,5,7), orang yang memiliki firman Tuhan tinggal di dalam dia (ay. 7).

.

.

Orang yang tinggal dalam Kristus, dibersihkan dengan firman-Nya, maka dia pasti mencintai kehendak Tuhan di atas kehendaknya sendiri. Maka orang-orang ini pasti meminta yang sesuai dengan kehendak Tuhan karena dia menyukainya. Apakah kita menyukai kehendak Tuhan?

.

.

Saat saya masih kecil, saya paling tidak suka makanan yang pahit dan bau. Saat itu nenek saya membuat sambal terasi. Saya tidak mau makan. Mereka bilang enak tetapi tetap saja saya tak mau  memakannya karena bau. Tetapi akhirnya saya coba untuk ikut memakannya dan enak. Sehingga saya jadi menyukainya. Sampai sekarang saya tidak membenci makanan itu lagi.

.

.

Saat kita belum membangun persekutuan dengan Tuhan, kita mungkin membenci kehendak Tuhan. Kita tidak menyukai persekutuan, kita tidak menyukai doa, kita tidak menyukai firman Tuhan. Buat kita firman Tuhan itu membosankan, doa itu adalah sesuatu yang sia-sia. Tetapi saat kita sudah tinggal di dalam Tuhan, kita akan menyukai kehendak Tuhan. Saya tidak berkata totalitas tetapi begitu kita masuk dalam persekutuan dengan Tuhan, secara perlahan kita akan mulai menyukai kehendak Tuhan. Tetapi proses sampai benar-benar menyukainya itu seumur hidup kita. Pertanyaannya adalah apakah kita sudah menyukai kehendak Tuhan?

.

.

Karena itu kehendak orang yang tinggal di dalam Kristus bukanlah hawa nafsu dan kepentingan duniawi melainkan kehendak Allah. Maka doanya pasti yang sesuai dengan kehendak Allah dan dia pasti menerimanya (band. Yak. 4:3).

.

.

Ayat 8 mengarahkan kita untuk menghasilkan buah karena dengan itu maka Bapa dipermuliakan. Tujuan manusia diciptakan adalah untuk kemuliaan Allah maka tujuan hidup kita seharusnya adalah memuliakan Allah. Jangan jadikan masuk surga menjadi fokus keimanan kita karena Tuhan lebih ingin kita bersekutu dengan-Nya karena kalau kita tinggal di dalam Dia, kita pasti masuk surga. Maka tujuan hidup kita memuliakan Allah. Dan untuk memulian Allah kita harus menghasilkan buah. Bagaimana menghasilkan buah? Dengan tinggal di dalam Kristus (ay. 5). Karena itu orang yang tinggal di dalam Kristus pasti berdoa untuk menghasilkan buah bagi kemuliaan Allah. Apa itu buah? Buah itu bisa berupa jiwa yang bertobat ataupun perbuatan kita baik itu buah pertobatan, pengudusan, maupun buah Roh yang kita hasilkan.

.

.

Maka doa yang dijawab oleh Tuhan adalah doa kita saat kita tinggal di dalam Kristus dan tujuan doa kita adalah untuk kemuliaan nama Tuhan.

.

.

Mari kita tinggal di dalam Kristus, mencintai Tuhan dan kehendak-Nya, menghasilkan buah dan memuliakan Allah dalam hidup kita. Maka doa kita pasti dijawab oleh Tuhan. Jadikan doa menjadi salah satu sarana kita memuliakan Tuhan bukan untuk sekedar kepentingan kita. Tuhan memberkati kita. Amin.

Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on email
Email
Kategori
Uncategorized

Toxic Friend

Ditulis Oleh : Pdt. Joni, S.Th.

.

.

Pembacaan Alkitab : Amsal 1:8-19

.

.

Hikmat dapat datang dari yang mengasihi Tuhan (8-9). Sekalipun orang tua kita tidaklah sempurna, tetapi Tuhan dapat memakai mereka untuk mengingatkan kita agar hidup di jalan yang benar. Oleh sebab itu, penting bagi kita untuk tidak mengabaikan nasihat orang tua termasuk nasihat dalam memilih teman. Sebab, kita perlu menyadari realitas bahwa tidak setiap pertemanan membawa kebaikan bagi diri kita.

.

.

Pertemanan yang salah dapat menjerumuskan kita ke dalam dosa. Memang dosa yang mereka tawarkan akan selalu terlihat menarik, karena dosa itu sendiri menawarkan cara yang cepat untuk mendapatkan apa saja yang kita inginkan. Dosa juga selalu memanipulasi kita agar tidak merasa bersalah pada saat kita melihat banyak orang melakukan perbuatan dosa. Dengan demikian, ketika kita berusaha melawan arus dan hidup benar, kita akan terlihat aneh, bodoh, tidak populer, bahkan dikucilkan.

.

.

Sadarilah bahwa dosa tidak pernah membawa kebaikan bagi kita. Sebaliknya, dosa membawa penderitaan dan kematian. Oleh sebab itu, kita harus belajar membuat pilihan bukan berdasarkan kenikmatan yang sementara atau dorongan nafsu kita, melainkan berdasarkan pertimbangan jangka panjang. Hal itu juga berarti bahwa kita harus berani menolak untuk berteman dengan orang-orang yang menarik kita kepada aktivitas yang salah dan yang sengaja menunjukkan perbuatan dosanya kepada kita untuk kita ikuti (10). Sebab, jika kita terus berteman dengan mereka dan menoleransi perbuatan dosa mereka, bukan tidak mungkin suatu saat kita pun akan terpengaruh dan berbuat dosa yang sama dengan mereka.

.

.

Berhati-hatilah dalam setiap pertemanan yang kita miliki (lih. 1Kor 15:33). Mari kita hidup selalu dalam terang kebenaran firman Tuhan. Mari kita minta kepekaan dan hikmat kepada Tuhan supaya kita dapat membedakan yang mana teman sejati dan yang mana bukan teman sejati. Ketika kita bersedia dituntun oleh-Nya, Ia pasti akan mempertemukan kita dengan sahabat-sahabat yang tidak hanya baik, tetapi juga benar.

Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on email
Email
Kategori
Uncategorized

Allah Sumber Kehidupan

Ditulis oleh: Sdri. Ria Marissabell

.

.

Pembacaan Alkitab: Kejadian 1:11-26

.

.

Kisah penciptaan dalam kitab Kejadian merupakan hal yang sangat menarik untuk dipelajari dan direnungkan. Kayanya kisah penciptaan akan makna dan pelajaran membuat kita selalu akan mendapat hal baru ketika merenungkannya. Jika kita kembali membaca pasal pertama kitab Kejadian, maka kita akan melihat bagaimana dahsyat dan ajaib bumi dan segala sesuatunya diciptakan oleh Tuhan. Perbuatan Allah melalui penciptaan yang luar biasa ini diuraikan dalam kitab Kejadian dengan sangat sederhana, akan tetapi semakin kita menyelidiki alam dan struktur kehidupan biologisnya, semakin kita melihat kerumitan dan kesempurnaannya.

.

.

Ada analogi menarik ketika kita mengamati bagaimana Allah menciptakan makhluk hidup, yang dapat mengantarkan kita kepada pengertian akan ketergantungan manusia kepada Allah. Yaitu:

.

.

  • Ketika Allah menciptakan tumbuh-tumbuhan di bumi, Allah berfirman kepada tanah, “Hendaklah tanah menumbuhkan tunas-tunas muda …” (Kejadian1:11-12).
  • Ketika Allah menciptakan ikan dan binatang-binatang air, Allah berfirman kepada air, “Hendaklah dalam air berkeriapan makhluk yang hidup…” (Kejadian 1:20).
  • Tetapi ketika Allah menciptakan manusia, Allah berpaling kepada Diri-Nya. Allah berfirman: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita…” (Kejadian 1:26).

    .

    .

Dari hal ini dapat kita cermati bahwa:

.

.

  • Tanah menjadi tempat dimana tumbuh-tumbuhan hidup dan bertumbuh. Dan jika kita mencabut atau mengeluarkan tumbuhan dari tanah, maka tumbuhan tersebut akan mati.
  • Air menjadi tempat dimana ikan-ikan hidup. Dan jika kita mengeluarkan ikan dari air, maka ikan juga akan mati.
  • Begitu pula dengan manusia, jika manusia terpisah atau tidak terhubung dengan Allah, maka manusia akan mati. Karena kita berasal dari Allah dan harus tinggal di dalam hadirat Allah untuk dapat hidup.

    .

    .

Dari sepenggal analogi melalui kisah penciptaan ini, kita dapat kembali merenungkan bagaimana pentingnya manusia hidup dan terhubung dengan Allah. Karena di luar Allah, manusia akan mati. Hidup yang dimaksudkan di sini adalah kerohanian yang hidup. Seringkali seseorang hidup secara jasmaniah tetapi mati kerohanian nya. Dari analogi ini, kita dapat diingatkan kembali bagaimana pentingnya untuk selalu menjalin relasi dengan Allah. Relasi dengan Allah harus terus dipelihara dengan berdoa dan merenungkan kebenaran firman Tuhan, serta menjalankan firman-Nya. Dengan demikian, hidup kita yang di dalam Tuhan akan terus tumbuh dan menghasilkan buah yang berkenan kepada-Nya.

.

.

Marilah kita hidup setia di dalam Tuhan, yang adalah sumber kehidupan kita, karena di luar Dia kita mati. Tuhan Yesus memberkati!

Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on email
Email
Kategori
Uncategorized

Love Youself

Ditulis Oleh : Anathalia Gabrielle Aguininda Koetin

.

.

Pembacaan Alkitab : Mazmur 119 : 9-11

.

.

Dalam keadaan zaman yang semakin hari semakin keras ini, kita banyak melihat – khususnya generasi anak muda saat ini – melakukan berbagai hal untuk menarik perhatian publik, sehingga dapat memberikan ketenaran yang sangat dinantikannya. Kita pun banyak juga melihat bahwa semakin hari, penimpangan terhadap gaya berpakaian, cara bicara, serta berperilaku dalam hubungan sosial banyak menyimpang dari norma kehidupan – terlebih lagi kebenaran firman Tuhan. Namun, pada dasarnya hal ini merupakan suatu bentuk penolakan/pemberontakkan terhadap jati diri pribadi setiap orang. Oleh sebab itu, banyak pihak berusaha untuk menjadi orang lain – bukan diri sendiri.

.

.

Sebagai orang percaya, kita harus lebih teliti lagi dalam menentukan pergaulan atau komunitas tempat kita bertumbuh. Dan yang terumata ialah – sebagai anak muda saat ini – kita juga harus mampu berdiri di atas prinsip kebenaran itu sendiri, yaitu kebenaran firman Tuhan. Akan tetapi, bagaimana dan apa yang harus kita lakukan sebagai orang percaya? Sehingga kita mampu membedakan manakah yang menyimpang dan mana yang tidak menyimpang dari kebenaran itu sendiri?

.

.

  1. Membangun hubungan pribadi senantiasa dengan Tuhan (ay.9)
    Membangun hubungan pribadi dengan Tuhan seringkalai menjadi suatu hal yang klise bagi sebagian kalangan – khususnya generasi muda saat ini yang lebih mementingkan kemajuan teknologi. Akan tetapi, membangun hubungan pribadi berarti bahwa kita mampu menerima setiap proses yang kita alami sebagai suatu pembelajaran serta proses yang Tuhan berikan dalam membentuk karakter Kristus di dalam diri kita. Oleh sebab itu, ketika kita mampu mempertahakan hubungan pribadi dengan Tuhan secara terus-menerus, maka percayalah kita akan berjalan ketika Tuhan memerintahkan kita berjalan (kepekaan terhadap suara dan tuntunan Tuhan dalam hidup kita).

    .

    .

  2. Mencari Tuhan setiap waktu (ay.10)
    Ketika kita sudah mengenal akan diri kita, siapa kita di hadapan Tuhan, serta proses pengorbanan Tuhan maka percayalah kehidupan kita akan menjadi kehidupan yang ‘mencari’. Mencari bukan berarti suatu kegiatan yang seakan tidak berujung, namun mencari disini berarti bahwa kita senantiasa rindu untuk terus berkomunikasi dengan Tuhan dalam segala keadaan – sama seperti seorang wanita yang jatuh cinta dengan seorang pria. Hal inilah yang akan terus menolong kita untuk dapat menentukan mana yang sesuai dengan kebenaran firman Tuhan dan mana yang tidak. Sehingga, kita tidak akan menyimpang dari rencana-Nya. 

    .

    .

  3. Menyimpan janji Tuhan senantiasa (ay.11)
    Sebagai seorang manusia, kita sering berjanji kepada sesama, demikian juga kepada Tuhan. Namun, satu hal yang menjadi pertanyaan buat pribadi kita, apakah kita sudah menepatinya? Inilah yang menjadi permasalahan dalam kehidupan manusia pada umumnya, terlalu banyak dikecewakan akan janji yang diungkapkan, sehingga tidak lagi percaya akan janji. Satu hal yang harus kita mengerti ialah janji Tuhan berbeda dengan janji manusia, karena janji Tuhan tertulis jelas di dalam kebenaran firman-Nya, itu berarti sama halnya dengan perjanjian hitam di atas putih. Dan bukan hanya itu saja, janji Tuhan adalah janji yang membawa kita kepada keselamatan dan kebenaran, bukan kepada kehancuran. Oleh sebab itu, pilihan kita ialah menyimpannya dalam hati atau menghiraukannya.

    .

    .

Demikianlah renungan singkat kita untuk hari ini, marilah kita bersama-sama belajar untuk mengasihi diri sendiri seperti Tuhan mengasihi kita. Dengan demikian kita mampu melakukan ketiga hal diatas, dan percayalah kehidupan kita akan menjadi sebuah kehidupan yang membawa sukacita dan bukan dukacita, serta kehidupan yang mengikuti arus Tuhan dan bukan arus dunia. Tuhan Yesus menyertai.

Life is not about how we act, it’s all about how we through it. –

Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on email
Email
Kategori
Uncategorized

KEPASTIAN KESELAMATAN DALAM KEKRISTENAN

Ditulis Oleh : Pdt. Erik Kristovel, S.Th.

.

.

Aku berkata kepadamu: sesungguhnya barangsiapa mendengar perkataan-Ku dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut dihukum, sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup. (Yohanes 5:24)

.

.

Jika kita mempelajari tentang doktrin keselamatan dalam berbagai agama, maka kita akan menemukan bahwa kekristenan memiliki konsep yang unik yang berbeda dari konsep keselamatan pada agama manapun di dunia ini. Namun, tidak sedikit dari kita yang memiliki cara berpikir yang sama dengan konsep dunia bahwa keselamatan itu tergantung dari perbuatan baik kita. Tetapi iman Kristen percaya bahwa keselamatan hanya karena anugerah melalui iman. Hal ini menunjukkan bahwa keselamatan dalam kekristenan itu adalah kepastian. Mengapa bisa pasti? Karena keselamatan kita bergantung pada Tuhan dan bukan pada kita. Jika keselamatan bergantung pada manusia, maka keselamatan bukanlah sebuah kepastian.

.

.

Menyikapi hal ini mari kita melihat dengan cermat ayat yang menjadi landasan kita ini.

.

.

Hal yang pertama yang pertama yang kita temukan pada ayat ini adalah dasar/landasan dari keselamatan orang percaya. Yesus berkata bahwa kehidupan kekal itu adalah mendengarkan Yesus dan percaya pada Dia yang mengutus Yesus (Bapa). Tentu saja mendengarkan Yesus bukan hanya sekedar mendengarkan tetapi sungguh-sungguh percaya pada Yesus dan Bapa. Tidak ada hal lain yang Yesus sampaikan agar kita memiliki kehidupan kekal.

.

.

Ada 3 hal yang kita dapatkan jika kita mendengar Yesus dan percaya pada Bapa:

.

.

  1. Memperoleh hidup yang kekal. Keunikan dari kalimat ini adalah Yesus tidak menggunakan kata “akan”. Dalam berbagai terjemahan baik terjemahan Inggris (KJV, NKJV, NIV) maupun terjemahan Indonesia (BIMK, TSI) umumnya tidak menggunakan kata “akan”. Bob Utley seorang pensiunan guru besar penafsiran Alkitab menunjukkan bahwa bentuk kata kerja dari “mempunyai hidup yang kekal”  adalah present Active yang berarti bahwa hidup kekal itu sudah kita peroleh sejak percaya pada Yesus dan Bapa dan seterusnya sampai kepada hidup kekal selamanya saat Yesus datang kedua kalinya. Beliau menyatakan bahwa jika dalam 3 Injil Sinoptik (Matius, Markus, Lukas) menyatakan bahwa kehidupan kekal bersifat di depan maka Injil Yohanes menyatakan bahwa sifat dari hidup kekal adalah realita saat ini.
    Maksudnya begini. Saat kita percaya & menerima dalam kehidupan kita. Pada Yesus maka kita sudah memiliki hidup kekal. Memang secara jasmani kita masih akan mati tetapi kehidupan kekal yang Tuhan janjikan kepada kita sudah kita peroleh sejak sekarang dan akan menjadi benar-benar sempurna saat kita dibangkitan diakhir zaman (Band. Ay. 25). Hal ini dikuatkan oleh Herman N. Ridderbos (Teolog Perjanjian Baru yang berasal dari Belanda) dalam buku tafsirannya (Injil Yohanes) menyatakan bahwa saat kita mendengar perkataan Yesus dan percaya pada Bapa, maka hidup kekal sudah dimulai, penghakiman Allah telah kehilangan unsur yang menakutkan, dan kematian telah digantikan. Beliau melanjutkan bahwa hidup kekal dimulai secara kualitatif pada masa kini. Maksud dari “kualitatif” adalah kehidupan secara rohani bukan jasmani (Band. Ay. 25).

    .

    .

  2. Dan tidak turut dihukum. Menanggapi frasa ini, Herman Ridderbos dalam tafsirannya (Injil Yohanes) menyatakan bahwa penghakiman Allah telah kehilangan unsur menakutkannya. Artinya kita tidak akan dihukum lagi karena dosa-dosa kita. Seluruh dosa kita sudah ditanggung oleh Yesus Kristus. Dalam “pembenaran” terjadi subtitusi (pertukaran). Seluruh dosa kita ditanggung oleh Yesus Kristus dan seluruh kebenaran Kristus diperhitungkan pada kita. Karena itu dalam penghakiman kita akan dinyatakan sebagai orang yang benar karena Kristus. Karena itulah keselamatan benar-benar hanya di dalam Kristus. Kita menolak pernyataan bahwa semua agama adalah sama.

    .

    .

  3. Berpindah dari dalam maut ke dalam hidup. Kata “berpindah” dalam bahasa Yunaninya yaitu metabebēken dari kata dasar metabainō yang berarti “menyeberang”. Kata ini memiliki bentuk kata kerja perfect tense yang mendeskripsikan (menggambarkan) kegiatan diwaktu lampau dengan hasil yang tetap ada sampai sekarang. Anthony A. Hoekema ((Profesor emeritus teologi sistematika di Calvin Theological Seminary, Michigan, Amerika Serikat) menyatkan bahwa tindakan “berpindah” ini sebagai sesuatu yang final dan tidak bisa dibatalkan lagi, seperti seorang yang tekah membakar jembatan setelah ia menyeberanginya. Jika kita berpikir masih ada kemungkinan bahwa seorang percaya sejati (bukan KTP) akan menyeberang kembali kepada kehidupan maut, maka itu akan bertentangan dengan finalitas dari ayat ini.

    .

    .

Dari sini kita belajar bahwa keselamatan kita yang percaya kepada Yesus bersifat final. Artinya kita memiliki jaminan dan kepastian akan keselamatan kita karena kita kita sudah memperolehnya sejak saat ini. Maka melalui renungan ini, kita diingatkan kembali betapa luar biasanya karya Tuhan bagi kita yang seharusnya kita syukuri dengan hidup sebagai orang Kristen sejati yang tinggal di dalam Kristus. Bukan lagi sebagai orang Kristen yang hanya sekedar berstatus Kristen tetapi tidak sungguh-sungguh di dalam Kristus. Apakah kita sudah hidup dalam keselamatan yang Tuhan sudah berikan bagi kita? Tuhan memberkati kita. Amin.

Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on email
Email
Kategori
Uncategorized

Belajar Peduli

Ditulis Oleh : Pdt. Joni, S.Th.

.

.
Pembacaan Alkitab : Roma 15:1-13

.

.

Kita semua punya kelemahan. Banyak orang yang lemah butuh pertolongan dari orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka atau untuk mengatasi persoalan yang mereka hadapi. Rasul Paulus mengingatkan: kita yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat (1). Janganlah kita berdiam diri, sementara di sekitar kita ada orang yang membutuhkan uluran tangan kita.

.

.

Oleh Rasul Paulus, kita diajar untuk tidak mencari kesenangan diri sendiri, tetapi mementingkan kepentingan sesama kita. Motivasi kita dalam menolong sesama adalah demi kebaikannya (2). Kita diharapkan saling membangun dan makin bertumbuh di dalam iman, bukan karena pujian atas apa yang kita lakukan, melainkan karena Yesus yang telah menjadi teladan buat kita.

.

.

Yesus hidup menuruti kehendak Bapa. Ia menyuarakan firman Allah, melakukan mukjizat, dan menolong orang-orang yang lemah. Meskipun Ia layak diagungkan, Yesus tidak memegahkan diri. Yesus bahkan mau merendahkan diri-Nya dengan membasuh kaki murid-murid-Nya. Ingat, membasuh kaki biasa dilakukan oleh pelayan atau budak pada zaman itu. Ia menanggung cercaan dan tetap tekun menyampaikan firman Allah (3-6). Semua itu dilakukannya untuk membawa kebenaran dan keteladanan agar para murid-Nya melakukan hal yang sama.

.

.

Saat ini, manusia berlomba-lomba untuk mencapai posisi tinggi, saling sikut demi mencapai keinginannya yang fana. Banyak orang tidak lagi peka terhadap sesama. Rasa peduli perlahan pudar dan pertengkaran sering terjadi. Banyak orang tidak dapat hidup rukun. Banyak orang enggan membantu sesamanya.

.

.

Sebagai anak Allah, kita harus hidup dengan cara yang diajarkan Tuhan Yesus. Meski kebaikan kita tidak dihargai dan sering disalahartikan, Allah ingin kita tetap peduli. Kiranya Allah sumber pengharapan memenuhi kita semua dengan segala sukacita dan damai sejahtera, memberikan kepada kita kekuatan untuk saling bertekun dan berlomba-lomba untuk berbuat baik. Mari kita belajar peduli dan tetap setia sampai akhirnya nanti. Tuhan Yesus Memberkati.

Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on facebook
Facebook
Kategori
Uncategorized

IMAN ADALAH KEPERCAYAAN

Kata Yesus kepadanya:”jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah kemari dan ikutlah Aku.” (Matius 19:21)

.

.

Iman adalah anugerah Allah tetapi juga tanggung jawab manusia. Jika kita membaca ayat ini, jiwa kita mungkin bergejolak bahwa secara fakta kita jauh dari pernyataan Yesus tersebut. Dalam hal ini saya setuju dengan John Calvin (Tokoh Reformator) yang menyatakan bahwa ini kasus khusus yang hanya ditujukan pada anak muda tersebut bukan untuk semua orang. Namun, kita bisa mengambil pelajaran berharga dari ayat ini. Mari kita merenungkan dengan baik apa yang terjadi di sini.

.

.

  1. Seorang muda yang kaya. Menunjukkan bahwa anak muda ini adalah orang yang luar biasa, pekerja keras dan cerdas. Sehingga anak muda tersebut sukses dimasa mudanya.

    .

    .

  2. Anak muda ini memikirkan hidup kekal. Dibalik kesuksesannya, anak muda ini tetap memikirkan hidup yang kekal. Uniknya dia datang pada Yesus bukan para ahli Taurat. Dari pernyataannya bahwa Yesus adalah guru yang baik (Mrk. 10:17), menunjukkan bahwa dia sedang bertanya pada pribadi yang menurutnya baik dan contoh dalam perbuatan baik.

    .

    .

  3. Anak muda ini taat pada hukum Taurat. Tidak diragukan bahwa anak muda ini benar-benar sudah melakukan apa yang dikatakannya. Dia seorang yang sukses dimasa muda menunjukkan bahwa dia pasti memiliki integritas dan Yesuspun tidak membantahnya dalam kemahatahuanNya tentang pernyataan anak muda tersebut.

    .

    .

  4. Tetapi Yesus sedang menghadapi pribadi yang menganggap diri benar.

Banyak orang Kristen yang seperti anak muda ini yang merasa diri benar. Menghormati orang tua, tidak membunuh, tidak berzinah, tidak mencuri, tidak pernah berdusta, tidak mengingini milik orang lain. Dengan melakukan semua itu maka merasa bahwa dia sudah benar-benar mengikut Yesus dan beriman pada Yesus. Yesus memberikan jawaban yang luar biasa terhadap anak muda ini. Jika ingin sempurna, jualah seluruh hartamu dan hasilnya bagikan kepada orang miskin.

.

.

Beberapa hal yang kita pelajari dari kisah ini:

.

.

  1. Tidak ada manusia yang sempurna dan yang mampu masuk surga dengan perbuatan baiknya. Untuk masuk surga itu berat. Yesus bahkan memberikan ilustrasi bahwa lebih muda seekor unta masuk ke dalam kerajaan Allah dibandingkan orang kaya. Ada banyak tafsiran mengenai unta ini tetapi lebih baik kita melihat dari perumpamaan itu bahwa keselamatan itu mustahil bagi kita. Dan itupun dikatakan oleh para murid (ay. 25). Karena itu keselamatan diberikan kepada kita secara Cuma-Cuma melalu iman kepada Kristus. Kesematan itu terlalu mahal bagi manusia.  Sehingga dengan tepat Kristus mengatakan bagi manusia itu tidak mungkin tetapi bagi Allah mungkin. Bersyukurlah karena kita sudah mendapatkan keselamatan itu karena iman pada Kristus.

    .

    .

  2. 10 hukum dibagi menjadi dua hukum kasih yaitu kasih pada Allah dan kasih pada sesama. Sekalipun dia benar tidak membunuh dan lain-lain, tetapi ternyata dia gagal dalam seluruh hukum itu. Dia tidak menjual hartanya. Artinya dia tidak mengasihi Allah. Dia tidak membagikan hasilnya kepada sesama. Artinya dia tidak mengasihi sesama. Satu saja yang tidak dilakukan maka dia melanggar seluruh hukum yang ada. Apa yang kita banggakan dari perbuatan baik kita?

    .

    .

  3. Sang anak muda, masih menjadikan hartanya sebagai berhala baginya. Berhala adalah sesuatu yang kita utamakan diluar Tuhan.

    .

    .

Apa yang Yesus mau dari anak muda ini? Yesus ingin Dia yang menjadi utama dalam hidup anak muda ini. Tinggalkan semua yang bisa membawamu kepada berhala dam ikutlah Aku. Yesus ingin anak muda ini ikut Yesus secara total. Mengapa harta harus dijual? Karena jika ikut Yesus masih ada beban keduniawian kita, kita akan sulit totalitas pada Kristus. Bukan berarti kita benar-benar menjual seluruh harta kita tetapi Tuhan ingin seluruh hidup kita, pikiran kita, hati kita tertuju pada Kristus. Itu adalah iman yang sejati.

.

.

Maka apa itu iman? Iman adalah percaya secara totalitas pada Allah. Anthony Hoekema menyatakan bahwa iman adalah berpaling dari diri sendiri dan bersandar secara penuh pada Kristus. Karena itu Yesus berkata dalam ayat 21 tersebut; “ikutlah Aku”. Iman adalah mengikut Kristus dan bersandar penuh pada Kristus. Iman itu bukan hanya melibatkan pengetahuan, persetujuan tetapi juga tindakan. Tindakan yang menyerahkan seluruh hidup pada Kristus ini diebut dengan kepercayaan (trust).

.

.

Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.  Kata “dasar” dalam kebanyakan terjemahan dalam bahasa Inggris adalah assurance yang berarti jaminan. Jika kita berbicara tentang jaminan maka pasti ada janji. Janji Kristus. Kita akan memperoleh seluruh berkat-berkat rohani. Artinya, iman kita bersandar kepada Kristus karena jaminan dari Kristus di masa yang akan datang yaitu kehidupan yang lebih baik (Ibr. 11:39-40). Kata “bukti” dalam kebanyakan terjemahan Inggris disebut conviction yang berarti pengakuan atau keyakinan. Maka arti keseluruhan Ibrani 11:1 mengenai iman adalah Keyakinan sepenuhnya untuk bersandar berdasarkan janji yang sudah dijamin yang belum kita lihat yang akan kita dapatkan saat kita bersama dengan Allah di kehidupan yang akan datang.

.

.

Maka iman ini terlihat pada Paulus saat berkata hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Iman ini menghiasi seluruh tokoh-tokoh iman sejak zaman PL, PB, bahkan disepanjang zaman gereja. Mereka yang hidup untuk Tuhan dan mati dalam Tuhan.

.

.

Namun seringkali kita salah memahami iman Karena iman sering kita hubungkan dengan mendapatkan apa yang kita inginkan dengan mengambil kalimat tidak ada yang mustahil bagi Tuhan. Iman yang besar bisa melakukan hal-hal yang besar tetapi iman yang benar adalah percaya pada seluruh rancangan Allah dalam hidup kita untuk kemuliaanNya. Tanpa meremehkan iman yang besar, mari kita mengejar iman yang benar. Iman yang benar akan timbul dari pengenalan akan Allah (Knowledge), percaya di dalam hati (Assent). Itu yang akan membawa kita pada penyerahan total pada Allah. Kejar iman yang benar dengan terus membangun hubungan dengan Tuhan melalui belajar kitab suci dan doa. Iman yang benar akan membawa kita kepada ketaatan dan kesungguhan di dalam Tuhan.

.

.

Teruslah bertumbuh dalam iman. Teruslah mendekatkan diri pada Tuhan. Serahkan seluruh hidup kita, hati kita, piiiran kita pada Allah. Kita bersandar pada Allah dengan terus mengingat bahwa apa yang kita miliki adalah milik Allah. Dan dalam kesulitan, kita percaya bahwa Allah sedang merancangkan hal yang terbaik dan indah bagi kita dalam kemuliaan-Nya. Tuhan memberkati kita. Amin.

Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on email
Email
Kategori
Uncategorized

JANGAN LELAH

Ditulis Oleh : Sdri. Lesnia Lombu, S.Th.

.

.

Pembacaan Alkitab : Roma 12 : 11

.

.

.

.

“Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan.” (Roma 12:11)

.

.

.

.

Rasa lelah adalah hal yang sangat manusiawi. Setiap orang dapat mengalami kelelahan, baik secara fisik maupun mental. Penyebab kelelahan bisa bermacam-macam, misalnya: karena pekerjaan yang bertumpuk-tumpuk, karena kegiatan yang dilakukan terus-menerus (rutinitas), atau karena hasil yang diharapkan atas pekerjaan kita tidak kunjung terlihat. Hal-hal tersebut dapat menimbulkan kelelahan fisik atau mental. Jika rasa lelah tersebut telah menyerang, maka biasanya semangat untuk melakukan pekerjaan kita menjadi turun, bahkan mungkin hilang.

.

.

Rasa lelah tersebut juga dapat menghinggapi pada saat kita melakukan tugas pelayanan kita. Yesus pun pernah merasakan rasa lelah setelah melakukan pekerjaan pelayanan-Nya. Salah satu contohnya adalah pada peristiwa angin ribut di danau Galilea (Lukas 8:22-25, Matius 8:23-27, Markus 4:35-41). Dengan gamblang sekali Lukas menceritakan bahwa pada saat itu Yesus tertidur. Hal tersebut menunjukkan bahwa Yesus saat itu sedang dalam kondisi lelah, sehingga Ia jatuh tertidur.

.

.

Sebenarnya tidak ada hal yang salah jika kita mengalami rasa lelah. Karena, sekali lagi, hal tersebut adalah sesuatu yang manusiawi. Kita masih hidup di dalam darah dan daging. Hanya saja, jangan sampai kelelahan tersebut membuat kerajinan kita menjadi kendor. Kita tetap harus menjaga roh/spirit kita agar tetap menyala. Nats kita saat ini mengatakan: “Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan.”

.

.

“Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor”

.

.

.

.

Ada beberapa hal yang bisa membuat kerajinan kita dalam melayani menjadi kendor. Di antaranya adalah sebagai berikut:

.

.

1. Kelelahan fisik akibat terlalu banyaknya kegiatan (Roma 12:3)

 

Kita harus waspada akan jumlah kegiatan yang kita ikuti, walaupun kegiatan tersebut merupakan kegiatan pelayanan. Seringkali kita terjebak kepada pemahaman bahwa rajin melayani identik dengan banyaknya kegiatan pelayanan yang kita ikuti. Sehingga kita menjadwalkan sebanyak mungkin kegiatan pelayanan untuk dilaksanakan/diikuti.

Padahal, yang dimaksud dengan “rajin melayani” adalah konsistensi dalam menjalankan tugas pelayanan kita. Artinya, kita memiliki kesetiaan terhadap bagian tugas kita di dalam pelayanan dan menjalankannya dengan kualitas yang terbaik (bandingkan dengan Roma 12:3-8)

.

.

Jika kelelahan telah menyerang kita, jalan keluar yang terbaik adalah ambil waktu untuk beristirahat secukupnya dan minta rekan sekerja kita untuk mengambil alih tugas kita. Manfaatkan waktu istirahat tersebut dengan mengintensifkan persekutuan kita dengan Allah, sumber kekuatan kita.

.

.

2. Kekecewaan terhadap rekan sekerja (2Timotius 4:10)

 

Ada saat dimana kita kecewa terhadap rekan sekerja kita. Contoh yang gamblang terdapat dalam surat 2 Timotius 4:10. Di situ Paulus menyatakan kekecewaannya akan Demas, salah seorang rekan sepelayanannya, yang pergi meninggalkan dia. Demas tidak rela menghadapi kemungkinan sengsara bahkan kematian jika ia tetap berhubungan dengan Paulus. Demikian juga pada saat Paulus harus membela dirinya di hadapan pengadilan, tidak ada seorang pun yang membantu dia (ayat 16).

.

.

Namun demikian ia tidak undur dalam pelayanannya. Bahkan ia dapat mengatakan bahwa “… Tuhan telah mendampingi aku dan menguatkan aku, supaya dengan perantaraanku Injil diberitakan dengan sepenuhnya…” (ayat 17). Paulus menyadari bahwa Allah tidak akan pernah mengecewakan dirinya. Allah tetap mendampingi dan menyertainya, walaupun ia ditinggalkan rekan sekerjanya.

.

.

3. Kekecewaan terhadap hasil pelayanan (1 Korintus 15:58)

 

Ada kalanya juga kita tidak memperoleh hasil yang sesuai dengan harapan kita pada saat merencanakan suatu pelayanan dan kita kecewa akan hal tersebut. Kekecewaan itu dapat membuat kita undur dari pelayanan kita.

.

.

Ada satu motto pelayanan yang cukup baik untuk menghindarkan kita dari kekecewaan semacam itu: “Do your best, and God will do the rest”. Sepanjang kita melakukan yang terbaik di dalam pelayanan kita, Allah yang akan memperlengkapi kekurangannya. Mungkin saat ini kita belum dapat melihat hasil pelayanan kita. Namun, kita dapat berharap bahwa Allah akan memberikan hasil yang terbaik, sesuai dengan kehendak-Nya yang mulia. Bukankah pelayanan yang kita jalani sekarang ini adalah milik Allah?

.

.

“Biarlah rohmu menyala-nyala”

.

.

Untuk menjaga agar roh kita tetap menyala-nyala di dalam pelayanan, ada beberapa hal yang dapat dilakukan:

.

.

1. Miliki kasih kepada Allah dan manusia.

 

Menarik sekali jika diperhatikan bahwa perintah untuk menjaga agar kerajinan pelayanan kita jangan kendor, diberikan setelah Paulus menasihatkan agar jemaat di Roma hidup di dalam kasih. Jika pelayanan kita didasarkan atas kasih kita kepada Allah dan sesama yang kita layani, maka semangat pelayanan kita tidak akan menjadi kendor. Kasih adalah kekuatan terbesar dalam menghadapi berbagai tantangan di dalam pelayanan. Oleh sebab itu, milikilah kasih.

.

.

2. Pelihara persekutuan pribadi dengan Allah.

 

Kadangkala kesibukan pelayanan kita justru dapat menjauhkan kita dari Allah. Kita tidak lagi memiliki waktu untuk menjalin dan memelihara persekutuan pribadi kita dengan Allah. Jika hal tersebut terjadi dalam kehidupan pelayanan kita, niscaya kita tidak akan bertahan lama dalam pelayanan. Pelayanan yang kita lakukan akan terasa kering.

.

.

Untuk menjaga agar kasih kita tidak menjadi pudar, kita harus tetap melekat kepada sumber kasih itu, yaitu Allah sendiri. Saat teduh pribadi dengan Allah, disiplin dalam merenungkan Firman Allah dan berdoa, merupakan hal-hal yang akan menjaga kita untuk tetap memiliki persekutuan pribadi dengan Allah. Bagaimana pun kesibukan pelayanan kita, persekutuan pribadi dengan Allah merupakan hal yang paling utama.

.

.

3. Kembangkan kesehatian di dalam tim pelayanan.

 

Sehati, sepikir, sejiwa, merupakan hal-hal yang harus dikembangkan di dalam sebuah tim pelayanan. Dengan adanya kesehatian, akan mudah bagi kita untuk menumbuhkan kerjasama tim, saling membantu, saling mendukung dan menguatkan. Hal-hal tersebut akan sangat dibutuhkan jika ada salah satu anggota tim yang mulai undur dari pelayanan. Dengan demikian, seluruh anggota tim akan tetap memiliki “roh yang menyala-nyala”

.

.

“dan layanilah Tuhan”

.

.

Jadi, mulailah melayani Tuhan dengan dasar kasih. Pelayanan yang sejati muncul dari hati yang dipenuhi oleh kasih kepada Allah dan sesama. Kasih yang diawali dengan kasih Allah yang merelakan diri-Nya menjadi tebusan bagi manusia yang berdosa. Selamat melayani, Tuhan Yesus memberkati.

Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on email
Email
Kategori
Uncategorized

Rahasia Keselamatan Allah

Ditulis Oleh : Pdt. Joni, S.Th.

.

.

Pembacaan Alkitab : Roma 11 : 25-36

.

.

Kita butuh diselamatkan dan dilepaskan dari hukuman, kutuk, dan akibat-akibat dari dosa. Keselamatan diperoleh bukan dengan kekuatan sendiri, bukan pula melalui perbuatan baik. Namun, keselamatan diprakarsai oleh Allah sendiri. Dalam perikop hari ini, Paulus memberitahukan rahasia di balik keselamatan Israel dan bangsa-bangsa lain.

.

.

Paulus berpesan bagi orang-orang yang ia layani supaya jangan menganggap diri mereka pandai (25). Sebab, menganggap diri pandai adalah salah satu sifat buruk manusia yang dapat menutupi kebenaran untuk memahami rencana keselamatan dari Allah.

.

.

Ia pun kemudian membuka rahasia tentang rencana Allah bagi keselamatan Israel dan bangsa-bangsa lain: Pertama, kekerasan hati Israel tidak berlangsung lama, yakni setelah orang-orang bukan Yahudi yang datang kepada Allah sudah lengkap (26). Kedua, Allah menjamin keselamatan Israel dengan hadirnya seorang Penebus di tengah-tengah mereka untuk menyelamatkan mereka dari dosa (26-27). Ketiga, keberadaan Israel yang tidak taat kepada Allah menjadi keuntungan bagi bangsa-bangsa lain. Sebab melalui ketidaktaatan Israel, bangsa-bangsa lain mendapatkan belas kasihan Allah dan diselamatkan (28-32).

.

.

Tak seorang pun dapat memahami Allah, baik perasaan-Nya, rancangan-Nya sikap-Nya, tindakan-Nya, dan keputusan-Nya. Jadi, janganlah menganggap diri pandai. Akan tetapi, akuilah dan pujilah Allah yang telah memenuhi rencana keselamatan bagi semua orang. Rahasia keselamatan Allah adalah bahwa keselamatan kita berasal dari Allah, Sang Sumber Kehidupan.

.

.

Pengajaran tentang rahasia keselamatan Allah itu penting dan berlaku bagi semua orang. Setiap orang boleh menerima keselamatan yang bersumber dari Allah. Kemudian, kita pun dimampukan untuk melakukan hal-hal yang baik dan benar sebagai respons terhadap keselamatan yang telah kita terima. Mari tinggalkan cara hidup lama; kita tidak lagi menilai buruk orang lain dan tidak lagi membandingkan mereka dengan diri sendiri. Mari kita hormati karya Allah dalam diri semua manusia.

Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on email
Email
Kategori
Uncategorized

JIREH

Ditulis oleh: Sdri. Ria Marissabell

.

.

Pembacaan Alkitab: Kejadian 22:1-19

.

.

“Dan Abraham menamai tempat itu: “Tuhan menyediakan”; sebab itu sampai sekarang dikatakan orang: “Di atas gunung TUHAN, akan disediakan.” – (Kejadian 22:14)

.

.

.

.

“Jireh” atau “Jehovah Jireh” merupakan salah satu nama sebutan bagi Allah yang menyatakan sifat-Nya, yaitu Tuhan Yang Menyediakan. Kata ini pertama kali muncul dalam Alkitab pada kisah Abraham dan Ishak dalam Kejadian 22:1-14. Dari kisah Abraham dan Ishak kita dapat belajar arti “Tuhan Menyediakan”.

.

.

Kisah Abraham mungkin sudah sangat familiar kita dengar sebagai orang Kristen. Abraham yang dengan imannya menantikan anak yang dijanjikan Tuhan kepadanya dan istrinya. Dan setelah menanti bertahun-tahun, akhirnya janji Tuhan akan keturunan Abraham digenapi dengan kelahiran Ishak pada masa tua Abraham. Hal ini membuat Abraham begitu mengasihi Ishak anaknya. Namun, kita juga mengetahui bahwa Tuhan menguji kepercayaan Abraham dengan memerintahkan Abraham untuk mengorbankan anak yang amat dikasihinya sebagai persembahan bagi Allah (Kej. 22:2). Dan ketika Allah memerintahkan hal ini kepada Abraham, ia tidak menolak melainkan keesokan harinya Abraham langsung menyiapkan segala keperluan untuk pengorbanan Ishak. Hal ini dilakukan Abraham karena iman nya yang teguh kepada Allah, sehingga kasihnya kepada Allah melebihi kasihnya kepada apapun termasuk anak yang amat dikasihinya. Tetapi ketika Abraham hendak mempersembahkan anaknya, Allah justru memberhentikan Abraham dan menyediakan seekor domba jantan untuk pengganti korban persembahan. Pada peristiwa inilah Abraham memanggil Allah dengan sebutan YHWH Yir’eh (Yahweh Yireh/ Jehovah Jireh).

.

.

Sebutan ini dalam bahasa Ibrani sebenarnya berarti “melihat” atau berarti “TUHAN melihat”. Jadi yang dimaksudkan dalam konteks ini adalah Allah telah melihat iman Abraham (yaitu rela mempersembahkan anak yang dikasihinya), dan Allah menyediakan apa yang dibutuhkannya (yaitu domba jantan untuk korban sembelihan). Apa yang dapat kita cermati dari hal tersebut? yaitu adanya suatu tindakan AKTIF yang dilakukan Abraham untuk melakukan yang Tuhan perintahkan. Abraham tidak PASIF dan menunggu Allah mendatangkan domba sebagai pengganti korban, melainkan melakukan apa yang Tuhan perintahkan, tentu saja bukan karena ia tidak mengasihi anaknya, namun karena Abraham sungguh beriman kepada Allah hingga ia rela mengorbankan sesuatu yang sungguh berharga baginya, yaitu anaknya.

.

.

Sebagai orang percaya, kita sungguh mempercayai bahwa Allah memelihara kehidupan umat-Nya. Ia adalah Allah yang menyediakan apa yang kita butuhkan. Tetapi seringkali kemurahan Allah ini disalahartikan oleh manusia, yang menganggap bahwa Allah akan memberikan apapun yang kita minta. Pengharapan yang seperti ini hanya akan berujung kekecewaan ketika apa yang kita minta tidak diberikan Tuhan. Tetapi dari kisah Abraham kita dapat belajar bahwa harus ada tindakan AKTIF yang kita lakukan akan hal yang kita imani bahwa Tuhan sediakan. Seperti Abraham yang rela memberikan anaknya sebagai persembahan dan membuktikan begitu besar imannya kepada Tuhan, meskipun anak itu sangat berharga baginya. Allah melihat tindakan iman Abraham dan menyediakan apa yang Abraham butuhkan, bahkan lebih dari itu Allah memberkati Abraham dan keturunannya berlimpah-limpah. Dalam ayat 18 tertulis “oleh keturunanmulah semua bangsa di bumi akan mendapat berkat, karena engkau mendengarkan firman-Ku.” Jadi, dari Abraham kita dapat belajar bahwa berkat Allah tersedia bagi siapa yang beriman dan melakukan firman-Nya.

.

.

Renungan hari ini mengingatkan kita kembali bahwa Tuhan bukanlah Tuhan akan menuruti segala sesuatu yang kita minta. Melainkan, Tuhan yang menyediakan berkat di waktu yang tepat kepada orang yang beriman kepada-Nya. Dan iman kepada Allah ditunjukkan oleh perbuatan nyata. Jika Abraham rela mempersembahkan anaknya yang sangat berharga untuk Tuhan, apakah kita juga mau mempersembahkan hal yang kita miliki untuk Tuhan?  Mari kita belajar untuk mempersembahkan dan mempercayakan segala sesuatu, baik waktu, harta benda, maupun talenta yang kita miliki untuk Tuhan, maka dengan iman kita dapat meyakini bahwa Tuhan memelihara kehidupan kita dan menyediakan segala yang kita butuhkan,  sebab Ia adalah Jehovah Jireh. Tuhan Yesus memberkati!

Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on email
Email