Kategori
Uncategorized

Iman Merupakan Persetujuan

Ditulis Oleh : Pdt. Erik Kristovel

.

.

Tetapi jawab perwira itu kepada-Nya: “Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku, katakana saja sepatah kata maka hambaku itu akan sembuh. …” (Matius 8:8)

.

.

Allah kita adalah Allah Tritunggal. Sebagai pribadi kedua dalam ketritunggalan Allah, Yesus datang ke dunia untuk menebus kita dari dosa. Kita diselamatkan hanya melalui iman. Kita diberikan jaminan oleh Roh Kudus untuk memperoleh berkat-berkat rohani yang sepenuhnya. Itu adalah dasar-dasar pengetahuan kita tentang yang kita imani. Tetapi akan berbahaya jika itu hanya sekedar pengetahuan saja tanpa persetujuan (assent). Kita akan menjadi teoritis dan cenderung sombong dengan pengetahuan yang kita miliki.

.

.

Karena itu Elemen iman yang lain selain pengenalan (Knowledge) adalah persetujuan (assent). Persetujuan tentu saja melibatkan emosi yang ada di dalam diri kita. Kita belajar dari seorang perwira yang datang kepada Yesus untuk kesembuhan hambanya. Saat Yesus akan ke rumahnya, sang perwira menolak dan hanya meminta sepatah kata saja maka hambanya akan sembuh. Yesus memuji iman hamba ini. Sang perwira tentu tahu Yesus mampu menyembuhkan hambanya hanya dengan sepatah kata. Di sini elemen knowledge terlibat, tetapi  sang perwira melengkapinya dengan elemen persetujuan (assent) yang melibatkan emosi yaitu kerendahan hati. Yesus yang melihat hal itu langsung memuji iman sang perwira (Mat. 8:10). Matthew Henry dalam tafsirannya menyatakan bahwa semakin rendah hati orang maka imannya semakin besar.

.

.

Jika kita membandingkan kisah ini dengan kisah perempuan Kanaan yang meminta agar Yesus anak perempuannya yang menderita karena kerasukan setan dan Yesus menolaknya karena roti seharusnya diberikan kepada anak-anak bukan melemparkannya kepada anjing, Anjing tentunya ungkapan orang Yahudi kepada orang non Yahudi dan itu sudah lazim sehingga pernyataan ini menunjukkan sebuah kebiasaan bukan sesuatu yang kasar lagi. Tetapi jelas Yesus menolak dengan keras untuk menyembuhkan anak wanita tersebut. Wanita tersebut menjawab dengan kerendahan hati bahwa, “anjing tersebut memakan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya”. Walaupun dia seperti anjing, dan hanya akan makan remah-remah dari meja tuannya, itu sudah cukup baginya. Setidaknya dia masih mendapat remah-remahnya. Pernyataan kerendahan hati yang luar biasa yang melibatkan perasaan emosional menyebabkan Yesus berkata dalam Mat. 15:28: “Hai ibu, besar imanmu …”

.

.

Saat Yesus di kayu salib bersama dua orang penjahat besar (hanya penjahat besar yang terkutuk yang mendapat hukuman salib), seseorang diantaranya mengakui bahwa mereka layak mendapat hukuman karena dosanya (Luk. 23:41). Dilanjutkan dengan pengetahuan yang Dia miliki tentang Yesus. Lalu dengan kerendahan hati memohon pengampunan dengan pernyataan untuk tetap mengingat dia. Dia hanya meminta diingat karena dia sangat sadar betapa jahatnya dia. Dia tidak meminta diturunkan dari salib. Dia tidak meminta agar Yesus membawanya ke surga. Dia hanya minta agar dia diingat. Yesus merespon iman sang penjahat dengan menyediakan Firdaus (surga) baginya.

.

.

Saat Paulus dan Silas dipenjara; Tuhan membebasakan mereka dengan gempa bumi yang membuka semua pintu penjara. Mereka menderita tetapi mereka bersukacita dan bernyanyi di dalam penjara (Kis. 16:25). Karena semua penjara terbuka maka kepala penjara ingin bunuh diri karena memang demikianlah ketentuan hukum Romawi bahwa jika sang penjaga tahanan kehilangan tawanannya, maka ia harus menanggung hukuman tahanan tersebut (Band. Kis. 12:19). Lalu Paulus dan Silas mencegahnya dan memberitakan injil padanya. Kepala penjara Filipi bertobat dan menerima Yesus. Lalu dalam Kis. 16:34 dijelaskan bahwa kepala penjara sangat bergembira karena ia dan seluruh isi rumahnya telah menjadi percaya pada Allah.

.

.

Empat kisah di atas memberikan kita pemahaman yang jelas mengenai iman yang melibatkan perasaan. Alkitab mengatakan kita berdosa, maka kita menyetujuinya dengan kepedihan hati dan kerendahan hati. Alkitab mengatakan kita diselamatkan melalui Kristus. Kita menyetujuinya dengan perasaan sukacita.

.

.

Bagaimana dengan kita? Apakah iman kita hanya sebatas pengetahuan? Jika masih sebatas pengetahuan, iman kita belum lengkap. Anthony A. Hoekema (Profesor emeritus teologi sistematika di Calvin Theological Seminary, Michigan, Amerika Serikat) menyatakan bahwa iman yang merupakan sekedar pengetahuan tanpa persetujuan bukanlah iman yang sejati.

.

.

Teologi bukan sekedar pengetahuan. Teologi harus melibatkan persetujuan yang melibatkan emosi kita, diri kita sepenuhnya. Itu sebabnya, marilah kita benar-benar memiliki pemahaman yang dalam tentang Alkitab tetapi juga meresapi, menghayati dan merespon pengetahuan kita dengan sikap yang benar yaitu kerendahan hati, kesedihan karena dosa dan sukacita karena Kristus sudah menyelamatkan kita. Tuhan memberkati kita. Amin.

Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on email
Email
Kategori
Uncategorized

WARISAN

Ditulis Oleh : Ev. Almerof Pemburu, S.Th.

.

.

2 Timotius 1:5

“Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu.”

.

.

.

.

Setiap orang tua pasti ingin memberikan warisan kepada anak-anaknya kelak. Apa yang orang tua miliki pasti nanti akan diwariskan kepada anak-anaknya. Sebagai orang tua tentu ingin anak-anaknya kelak memiliki hidup yang lebih baik. Warisan apakah yang terbaik yang orang tua bisa berikan kepada anak-anaknya?

.

.

Warisan dalam bentuk harta benda seberapa banyaknya pun bisa habis lenyap, bila anak-anaknya tidak bisa mengelola harta warisannya. Dan bagaimana bila orang tuanya tidak memiliki harta benda yang bisa diwariskan kepada anak-anaknya? Apa yang harus diwariskan? uang, hidupnya menjadi tidak berarti mungkin tidak bisa hidup kalau tidak memiliki uang. Ada harta warisan yang lebih berharga daripada harta benda yaitu warisan rohani. Dalam warisan rohani ada pengenalan akan Tuhan, hidup takut akan Tuhan serta teladan hidup yang baik. Harta warisan rohani adalah harta warisan yang paling berharga dibandingkan warisan harta benda. Ada tiga warisan yang perlu diwariskan kepada generasi selanjutnya, yakni:

.

.

  1. Iman
    Paulus memuji Timotius, anak rohaninya. Timotius di usia mudanya sudah sanggup tampil di depan dan menjadi teman sekerja Paulus dalam melayani. Timotius bisa sehebat itu karena menerima warisan rohani dari ibunya Eunike dan Eunike menerima warisan rohani dari ibunya yaitu Lois. Ibu dan neneknya mempunyai peran sangat penting dalam mendidiknya.
    Alkitab tidak menyinggung tentang ayah dari Timotius, sehingga para ahli Alkitab menduga bahwa ayahnya bukanlah seorang percaya. Walaupun demikian, Timotius memiliki iman kepada Yesus Kristus karena didikan dari nenek dan ibunya. Dalam kasus kehidupan keluarga Timotius ini kita bisa melihat bagaimana peranan seorang ibu dan seorang nenek terhadap seorang anak. Sebagai wanita-wanita Yahudi, Lois dan Eunike menjalankan peran mereka dengan baik yakni mengajarkan iman kepada Timotius, sebagaimana orangtua Yahudi lazim melakukannya (baca Ulangan 11:18-21).

    .

    .

  2. Firman
    Sejak kecil, Timotius telah dikenalkan dengan Alkitab, sehingga dirinya diberi hikmat dan dituntun pada keselamatan oleh iman kepada Kristus. Semua berasal dari iman neneknya yang kemudian turun pada ibunya, hingga kemudian sampai kepada Timotius (2 Timotius 3:15).

    .

    .

  3. Kasih
    II Timotius 1:6 berkata, “Karena itulah kuperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu oleh penumpangan tanganku atasmu.” Di sini rasul Paulus mengingatkan Timotius bahwa ia telah didoakan rasul Paulus untuk memiliki kasih karunia Allah di mana ia pernah mendapat penumpangan tangan dari rasul Paulus. Yang dimaksud dengan “kasih karunia Allah” adalah suatu berkat anugerah dari Tuhan dalam bentuk karunia-karunia rohani, atau yang biasa juga disebut karunia Roh Kudus. Dari sekian banyak karunia rohani, Timotius mendapat karunia mengajarkan firman Tuhan dari neneknya dan ibunya, sehingga rasul Paulus mengingatkan Timotius untuk menggunakan karunia tersebut untuk menolong orang lain, manakala ia menjadi gembala bagi Jemaat di Efesus.

    .

    .

Tidak semua orang bisa mewariskan harta benda kepada anaknya, tetapi semua orang bisa mewariskan harta rohani yaitu Iman Firman dan Kasih, hidup takut akan Tuhan dan memberikan hidup teladan yang baik kepada anak-anaknya.

Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on email
Email
Kategori
Uncategorized

Keagungan Kasih Allah

Ditulis Oleh : Pdt. Joni, S.Th.

.

.
Pembacaan Alkitab : Roma 8 : 31-39

.

.

Apakah Anda sedang merasa tidak layak karena melakukan dosa? Apakah Anda merasa hina dan lemah di tengah kesukaran hidup? Anda tidak sendiri. Orang-orang percaya di sepanjang zaman juga bergumul dengan hal itu.

.

.

Alkitab mengingatkan kita akan keagungan kasih Allah. Melalui kematian-Nya di kayu salib, Tuhan Yesus telah menanggung hukuman dosa. Jadi, orang percaya dibenarkan oleh Allah dan dibela oleh Tuhan Yesus (33-34). Bayangkan bila hakim dan pengacara memihak kita, mustahil kita akan dihukum. Allah juga berkenan mengaruniakan segala sesuatu untuk memelihara hidup dan iman kita (32). Dengan demikian, kita dapat bertahan sampai akhir sekalipun menderita di dunia. Sungguh besar kasih setia Allah bagi kita (38-39).

.

.

Ada dua hal yang kerap melemahkan iman dan membuat putus asa, yaitu rasa bersalah dan tekanan penderitaan. Mengenai rasa bersalah, setiap manusia memiliki mekanisme moral yang akan menegur jiwanya bila melakukan dosa atau kesalahan. Bila hal itu terjadi, kita akan menyesal dan meminta ampun. Namun, orang-orang tertentu menghukum dirinya sehingga senantiasa merasa tidak layak. Penyesalan demikian tidak menghasilkan pertobatan, tetapi justru pikiran bunuh diri (lih. 2Kor 7:10).

.

.

Di sisi lain, kesukaran hidup dan penderitaan juga dapat membuat seseorang tertekan dan putus asa. Perasaan itu muncul karena ia merasa tidak ada orang yang mau peduli dan menolong.

.

.

Kenyataannya, Tuhan Yesus mau peduli dan menolong. Sekalipun seluruh dunia tidak memerhatikan kesesakan dan air mata kita, Ia menjenguk dan berempati kepada kita. Bahkan, meskipun kita merasa tidak layak oleh karena dosa-dosa kita, Ia mau menolong kita yang sedang bergumul, asal kita mengaku dosa-dosa kita kepada-Nya.

.

.

Jadi, tunggu apa lagi? Datanglah kepada Allah dengan rendah hati. Akui dosa dan kelemahan-kelemahan kita kepada-Nya. Menunda sehari tidak akan mengubah situasi menjadi lebih baik. Mengapa menunda jika ada Dia satu-satunya yang dapat menolong kita saat ini?

Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on email
Email
Kategori
Uncategorized

‘Buta’ Bukan Berarti Rusak

Ditulis Oleh : Anathalia Gabrielle Aguininda Koetin

.

.

Pembacaan Alkitab : Yohanes 9 : 1-41

.

.

  Sering kita berpikir dan berpendapat bahwa segala sesuatu terjadi karena suatu alasan. Kita juga berpikir bahwa apa yang kita alami saat ini disebabkan oleh keputusan yang kita ambil di masa lalu. Hal ini tidak terkecuali pada wujud nyata fisik, karakter, mapun pemikiran seseorang. Akan tetapi, sebagian orang juga berpendapat bahwa keadaan kita saat ini juga disebabkan oleh keluarga atau bahkan dosa kita sendiri. Sehingga, banyak dari manusia pada umumnya lebih melihat fisik seseorang dibandingkan dengan hati seseorang.

.

.

Salah satu pengalaman penulis, dimana ketika itu penulis pergi ke sebuah toko serbaguna. Kala itu, penulis hendak membeli sesuatu, namun ketika sampai di kasir ada sebuah kejadian yang mana ada seorang anak kecil dengan pakaian yang kumuh, dengan sebuah ice cream di tanggannya dan hendak membayar. Akan tetapi, bukan anak kecil tersebut yang membuatnya tergganggu, melainkan pelayanan dari sang kasir. Ketika melihat anak kecil itu menyerahkan uang 10.000, sang kasir dengan nada ketus bertanya darimana anak tersebut mendapatkan uang itu. Dengan lembut anak itu menjawab bahwa itu adalah hasil dari ia bekerja hari ini, akan tetapi sang kasir yang merasa tidak percaya langsung mengambil dengan kasar, sedetik kemudian memberikan uang kembalian sembari berkata “Lain kali kalo kasih uang yang bagusan dikit ya, jangan kotor kayak gini”. Hal yang sangat mengecewakan penulis, dimana terlalu banyak orang menganggap sebelah mata ketika bertemu dengan orang yang berpenampilan ‘tidak menarik’.

.

.

Sama halnya dengan yang terjadi dalam Injil Yohanes 9:1-41 ini, respon spontan para murid seringkali sama dengan respon kita ketika melihat orang yang mungkin ‘berkekurangan’ saat itu. Ini semua disebabkan oleh pola pemikiran kita pada umumnya yang beranggapan bahwa, apabila fisik seseorang ‘kurang’ maka ada dosa dari orangtua atau bahkan dosanya sendiri (ay. 2). Namun, respon Tuhan Yesus kembali menyadarkan kita bahwa seringkali yang terjadi belum tentu karena ‘dosa’, melainkan Allah justru memiliki rencana sendiri (ay. 3). Oleh sebab itu, Tuhan Yesus juga menyadarkan kepada kita bahwa ‘Buta’ bukan berarti kita ‘Rusak’. Karena kita sesungguhnya tidak pernah dapat menyelami pekerjaan-pekerjaan dan rencana Allah dalam kehidupan seseorang, bagian kita hanyalah pada apa dan bagaimana Tuhan Yesus mau untuk kita lakukan. Sehingga kita tidak seperti para farisi yang ‘menghakimi’ orang tersebut dengan sesuka hati.

.

.

Dari kisah tentang orang buta ini kita belajar beberapa hal, yaitu :

.

.

  1. Ketaatan (ay. 7)
    Sering kita berpikir bahwa ketaatan akan terjadi pada saat kita tau apa yang harus kita lakukan. Akan Tetapi, dari kisahini kita belajar bahwa orang buta sekalipun taat ketika Tuhan Yesus menyuruhnya untuk membasuh dirinya di kolam Siloam. Hal ini mengajarkan kita bahwa, ketaatan seseorang dapat kita lihat dari tindakan yang ia lakukan, meski ia mungkin belum memahami apa yang akan terjadi di depan ini. Dan inilah yang perlu kita teladani bersama, bahwa ketika kita tahu segala sesuatu ada alasannya, maka lakukanlah apa yang Tuhan perintahkan meski kita belum tau ‘alasannya’.

    .

    .

  2. Jujur (ay. 11-12, 15, 17, 25-27)
    Karakter selanjutnya yang dapa kita pelajari bersama ialah kejujuran. Dalam kehidupan inikejujuran merupakannsalah satu hal penting bagi manusia. Karena kejujuran dapat mempengaruhi kepercayaan orang lain terhdap kita, dan inilah yang dilakukan oleh orang buta yang disembuhkan ini. Ia menyadari bahwa kesembuhannya adalah hal yangistimewa oleh sebab itu ia tetap mengatakan yang sebenarnya terjadi, tanpa memikirkan tentang pendapat orang lain. Demikian juga kita, ketika kita tahu bahwa Kristus sudah menyelamatkan kita, paka perkatakanlahhal itu kepada orang lain.

    .

    .

  3. Iman (ay.35-38)
    Dan yangterpenting dari semuanya, ialah iman. Iman kita dapat terus bertumbuh jika kita heralar pada sumber yang tepat. Dan inilah yang dilakukan oleh orang buta yang sembuh ini, karena ia sadar Kristus sudah menyembuhkannya maka ia memilih untuk percaya pads-Nya.

Dari kisah ini ita belajar, ‘buta’ rohani lebih berbahaya dibandingkan dengan ‘buta’ fisik. Karena,  buta rohani akan semakin menyombongkan kita sehingga kita tidak mengerti rencana Allah. Tuhan Yesus Menyertai.

Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on email
Email
Kategori
Uncategorized

Iman dalam Pengenalan

Ditulis Oleh : Pdt. Erik Kristovel

.

.

Pembacaan Alkitab : Ibrani 11:17-19

.

.

Karena ia berpikir, bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang-orang sekalipun dari antara orang mati. Dan dari sana ia seakan-akan telah menerimanya kembali. (Ibr. 11:19)

.

.

Saat kita berbicara tentang iman, apa yang ada di dalam pemikiran kita? Iman membawa kesembuhan? Iman membawa berkat? Atau iman membuat doa kita pasti dijawab oleh Tuhan? Iman membuat saya rela mati untuk Tuhan? Iman membuat apa yang saya katakan pasti terjadi? Atau iman akan membuat apapun yang kita rencanakan pasti terjadi? Apa itu iman? Kita akan belajar dari iman Abraham. Abraham dikenal sebagai bapa orang beriman.

.

.

Ayat 17 menunjukkan iman Abraham yang dicobai. Tentu cobaan di sini bukan untuk menjatuhkan Abraham tetapi untuk terus meningkatkan iman Abraham. Sehingga seringkali cobaan dibedakan dengan ujian walaupun sebenarnya berasal dari kata Yunani yang sama. Karena Tuhan tidak pernah mencobai untuk menjatuhkan. Abraham dicoba dengan meminta Ishak sebagai korban untuk Tuhan.

.

.

Menariknya, penulis Ibrani menekankan bahwa Abraham adalah pribadi yang sudah menerima janji (ay. 17). Ada janji Tuhan yang terlibat dalam pencobaan ini. Dan tentu saja Abraham tidak lupa pada janji ini. Ayat 18 menunjukkan bahwa janji yang dimaksud adalah janji tentang keturunan Abraham yang berasal dari Ishak. Dan Abraham percaya akan janji ini. Sehingga dalam Kej. 22:5, Abraham dengan yakin berkata kepada bujangnya untuk tinggal dan Abraham akan pergi sembahyang bersama Ishak dan akan kembali lagi bersama dengan Ishak.

.

.

Apa yang ada dipikiran Abraham saat itu? Kalau kita hanya membaca kisah ini dalam Kejadian 22, kita hanya bisa menerka-nerka apa yang dipikirkan Abraham. Mungkin Abraham berbohong pada bujangnya supaya tidak khawatir. Mungkin juga kita berpikir bahwa Abraham pasti sudah tahu anaknya tidak akan  mati karena janji Tuhan mengenai Ishak.

.

.

Tetapi penulis Ibrani menjelaskan bahwa ternyata yang ada dipikiran Abraham saat akan mempersembahkan Ishak adalah anaknya pasti akan bangkit kembali. Tentu bukan tanpa dasar Abraham meyakini hal ini. Hal ini terbentuk dari perjalanan panjang iman Abraham sejak Abraham dipanggil Tuhan (Kejadian 12).

.

.

Dari ayat kita saat ini ada dua hal yang kita perlu untuk renungkan.

.

.

  1. Iman Abraham adalah iman dalam pengenalan akan Allah.
    Iman Abraham bukan iman yang membabi buta seperti yang sering dipertunjukkan banyak orang Kristen zaman sekarang. Yang berpikir kemahakuasaan Tuhan tanpa memahami maksud Tuhan. Abraham percaya kemahakuasaan Tuhan dan akan membangkitkan Ishak bukan tanpa dasar. Ishak adalah anak yang dijanjikan dan keturunan Abraham berasal dari Ishak. Karena itu Abraham sangat yakin bahwa walaupun anaknya harus dipersembahkan tentu Tuhan akan membangkitkannya kembali. Abraham mengenal Allah yang tidak pernah lalai menepati janji-Nya. Abraham mengenal rencana Allah dan maksud Allah dengan Ishak anaknya.
    Bagaimana dengan kita? Apakah kita percaya pada kemahakuasaan Tuhan tanpa memahami maksud Allah? Kita berpikir bagi Tuhan tidak ada yang mustahil tetapi kita tidak pernah memikirkan apakah itu semua sesuai dengan maksud Tuhan? Kita mendoakan supaya punya ini dan punya itu, apakah itu sesuai dengan maksud Tuhan? Apakah iman kita semata-mata didorong hanya pada kemahakuasaan Tuhan? Mari kita belajar dari Abraham. Kita kenal Tuhan kita! Kita kenal rencana dan pekerjaan Tuhan kita.

    .

    .

  2. Pemikiran kita tidak sama dengan pemikiran Allah.
    Disatu sisi iman Abraham luar biasa dan mempercayai sungguh-sungguh pada Allah dan rela mengorbankan anaknya. Tetapi pemikiran Abraham tidak sama dengan pemikiran Allah. Abraham berpikir bahwa anaknya akan dibangkitkan setelah dibunuh. Ternyata Tuhan tidak berniat membunuh Ishak dan malah menyediakan seekor domba jantan yang tanduknya tersangkut pada belukar (Kej. 22:13). Apakah Abraham menduga hal ini akan terjadi? Tidak. Tetapi seperti kata firman Tuhan dalam Yesaya 55:9; seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu. Walaupun jika dilihat dalam konteks, ayat ini berbicara mengenai rencana keselamatan dari Tuhan untuk bangsa Israel tetapi pada dasarnya rancangan Tuhan memang jauh lebih tinggi dari rancangan manusia.

    Abraham yang sangat mengenal Allah dan percaya pada Allah pun ternyata memiliki pemikiran yang tidak sama dengan Allah.

    Apa yang kita pelajari dari sini? Pemikiran kita tidak sama dengan Allah. Jangan pernah tertalu mengatur Tuhan dalam doa dan keinginan kita. Tidak perlu kita mendesiain sedemikian rupa bahwa apa yang kita minta dan rencanakan, semua berjalan sesuai dengan pemikiran kita. Tuhan punya jalanNya sendiri dan itu jauh lebih mulia dari apa yang kita pikirkan.

    .

    .

Belajar dari kisah Abraham, mari kita belajar mengenal Allah, pribadi Allah, kehendak Allah, kasih Allah, perbuatan Allah melalui firmannya. Jangan anti dengan doktrin karena doktrin berisi pengajaran untuk kita semakin mengenal Allah melalui firmanNya. Kita tidak cukup berkata bahwa yang penting saya ikut Yesus dan percaya pada Yesus. Itu sudah cukup bagi saya. Iman kita akan menjadi salah jika kita tidak mengenal Yesus secara benar. Kita mengimani kemahakuasaanNya tetapi tidak tunduk pada kehendakNya.

Mari kita tunduk pada kehendak Allah. Sesulit apapun perintah Tuhan, cobaan yang Tuhan ijinkan. Tetapi yang perlu kita lakukan adalah berserah pada Tuhan dan tetap tunduk dan taat pada perintahNya. Karena Tuhan punya rencana kerja yang tidak sama dengan yang kita pikirkan. Dan kita seharusnya bersyukur karena memiliki Allah yang dalam segala sesuatu melampaui logika kita. Kita belajar rendah hati pada Allah dan meminta Tuhan untuk menguatkan kita agar tetap setia dalam keadaan apapun. Tuhan memberkati kita. Amin.

Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on email
Email