Categories
Uncategorized

Keagungan Kasih Allah

Ditulis Oleh : Pdt. Joni, S.Th.

.

.
Pembacaan Alkitab : Roma 8 : 31-39

.

.

Apakah Anda sedang merasa tidak layak karena melakukan dosa? Apakah Anda merasa hina dan lemah di tengah kesukaran hidup? Anda tidak sendiri. Orang-orang percaya di sepanjang zaman juga bergumul dengan hal itu.

.

.

Alkitab mengingatkan kita akan keagungan kasih Allah. Melalui kematian-Nya di kayu salib, Tuhan Yesus telah menanggung hukuman dosa. Jadi, orang percaya dibenarkan oleh Allah dan dibela oleh Tuhan Yesus (33-34). Bayangkan bila hakim dan pengacara memihak kita, mustahil kita akan dihukum. Allah juga berkenan mengaruniakan segala sesuatu untuk memelihara hidup dan iman kita (32). Dengan demikian, kita dapat bertahan sampai akhir sekalipun menderita di dunia. Sungguh besar kasih setia Allah bagi kita (38-39).

.

.

Ada dua hal yang kerap melemahkan iman dan membuat putus asa, yaitu rasa bersalah dan tekanan penderitaan. Mengenai rasa bersalah, setiap manusia memiliki mekanisme moral yang akan menegur jiwanya bila melakukan dosa atau kesalahan. Bila hal itu terjadi, kita akan menyesal dan meminta ampun. Namun, orang-orang tertentu menghukum dirinya sehingga senantiasa merasa tidak layak. Penyesalan demikian tidak menghasilkan pertobatan, tetapi justru pikiran bunuh diri (lih. 2Kor 7:10).

.

.

Di sisi lain, kesukaran hidup dan penderitaan juga dapat membuat seseorang tertekan dan putus asa. Perasaan itu muncul karena ia merasa tidak ada orang yang mau peduli dan menolong.

.

.

Kenyataannya, Tuhan Yesus mau peduli dan menolong. Sekalipun seluruh dunia tidak memerhatikan kesesakan dan air mata kita, Ia menjenguk dan berempati kepada kita. Bahkan, meskipun kita merasa tidak layak oleh karena dosa-dosa kita, Ia mau menolong kita yang sedang bergumul, asal kita mengaku dosa-dosa kita kepada-Nya.

.

.

Jadi, tunggu apa lagi? Datanglah kepada Allah dengan rendah hati. Akui dosa dan kelemahan-kelemahan kita kepada-Nya. Menunda sehari tidak akan mengubah situasi menjadi lebih baik. Mengapa menunda jika ada Dia satu-satunya yang dapat menolong kita saat ini?

Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on email
Email
Categories
Uncategorized

‘Buta’ Bukan Berarti Rusak

Ditulis Oleh : Anathalia Gabrielle Aguininda Koetin

.

.

Pembacaan Alkitab : Yohanes 9 : 1-41

.

.

  Sering kita berpikir dan berpendapat bahwa segala sesuatu terjadi karena suatu alasan. Kita juga berpikir bahwa apa yang kita alami saat ini disebabkan oleh keputusan yang kita ambil di masa lalu. Hal ini tidak terkecuali pada wujud nyata fisik, karakter, mapun pemikiran seseorang. Akan tetapi, sebagian orang juga berpendapat bahwa keadaan kita saat ini juga disebabkan oleh keluarga atau bahkan dosa kita sendiri. Sehingga, banyak dari manusia pada umumnya lebih melihat fisik seseorang dibandingkan dengan hati seseorang.

.

.

Salah satu pengalaman penulis, dimana ketika itu penulis pergi ke sebuah toko serbaguna. Kala itu, penulis hendak membeli sesuatu, namun ketika sampai di kasir ada sebuah kejadian yang mana ada seorang anak kecil dengan pakaian yang kumuh, dengan sebuah ice cream di tanggannya dan hendak membayar. Akan tetapi, bukan anak kecil tersebut yang membuatnya tergganggu, melainkan pelayanan dari sang kasir. Ketika melihat anak kecil itu menyerahkan uang 10.000, sang kasir dengan nada ketus bertanya darimana anak tersebut mendapatkan uang itu. Dengan lembut anak itu menjawab bahwa itu adalah hasil dari ia bekerja hari ini, akan tetapi sang kasir yang merasa tidak percaya langsung mengambil dengan kasar, sedetik kemudian memberikan uang kembalian sembari berkata “Lain kali kalo kasih uang yang bagusan dikit ya, jangan kotor kayak gini”. Hal yang sangat mengecewakan penulis, dimana terlalu banyak orang menganggap sebelah mata ketika bertemu dengan orang yang berpenampilan ‘tidak menarik’.

.

.

Sama halnya dengan yang terjadi dalam Injil Yohanes 9:1-41 ini, respon spontan para murid seringkali sama dengan respon kita ketika melihat orang yang mungkin ‘berkekurangan’ saat itu. Ini semua disebabkan oleh pola pemikiran kita pada umumnya yang beranggapan bahwa, apabila fisik seseorang ‘kurang’ maka ada dosa dari orangtua atau bahkan dosanya sendiri (ay. 2). Namun, respon Tuhan Yesus kembali menyadarkan kita bahwa seringkali yang terjadi belum tentu karena ‘dosa’, melainkan Allah justru memiliki rencana sendiri (ay. 3). Oleh sebab itu, Tuhan Yesus juga menyadarkan kepada kita bahwa ‘Buta’ bukan berarti kita ‘Rusak’. Karena kita sesungguhnya tidak pernah dapat menyelami pekerjaan-pekerjaan dan rencana Allah dalam kehidupan seseorang, bagian kita hanyalah pada apa dan bagaimana Tuhan Yesus mau untuk kita lakukan. Sehingga kita tidak seperti para farisi yang ‘menghakimi’ orang tersebut dengan sesuka hati.

.

.

Dari kisah tentang orang buta ini kita belajar beberapa hal, yaitu :

.

.

  1. Ketaatan (ay. 7)
    Sering kita berpikir bahwa ketaatan akan terjadi pada saat kita tau apa yang harus kita lakukan. Akan Tetapi, dari kisahini kita belajar bahwa orang buta sekalipun taat ketika Tuhan Yesus menyuruhnya untuk membasuh dirinya di kolam Siloam. Hal ini mengajarkan kita bahwa, ketaatan seseorang dapat kita lihat dari tindakan yang ia lakukan, meski ia mungkin belum memahami apa yang akan terjadi di depan ini. Dan inilah yang perlu kita teladani bersama, bahwa ketika kita tahu segala sesuatu ada alasannya, maka lakukanlah apa yang Tuhan perintahkan meski kita belum tau ‘alasannya’.

    .

    .

  2. Jujur (ay. 11-12, 15, 17, 25-27)
    Karakter selanjutnya yang dapa kita pelajari bersama ialah kejujuran. Dalam kehidupan inikejujuran merupakannsalah satu hal penting bagi manusia. Karena kejujuran dapat mempengaruhi kepercayaan orang lain terhdap kita, dan inilah yang dilakukan oleh orang buta yang disembuhkan ini. Ia menyadari bahwa kesembuhannya adalah hal yangistimewa oleh sebab itu ia tetap mengatakan yang sebenarnya terjadi, tanpa memikirkan tentang pendapat orang lain. Demikian juga kita, ketika kita tahu bahwa Kristus sudah menyelamatkan kita, paka perkatakanlahhal itu kepada orang lain.

    .

    .

  3. Iman (ay.35-38)
    Dan yangterpenting dari semuanya, ialah iman. Iman kita dapat terus bertumbuh jika kita heralar pada sumber yang tepat. Dan inilah yang dilakukan oleh orang buta yang sembuh ini, karena ia sadar Kristus sudah menyembuhkannya maka ia memilih untuk percaya pads-Nya.

Dari kisah ini ita belajar, ‘buta’ rohani lebih berbahaya dibandingkan dengan ‘buta’ fisik. Karena,  buta rohani akan semakin menyombongkan kita sehingga kita tidak mengerti rencana Allah. Tuhan Yesus Menyertai.

Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on email
Email
Categories
Uncategorized

Iman dalam Pengenalan

Ditulis Oleh : Pdt. Erik Kristovel

.

.

Pembacaan Alkitab : Ibrani 11:17-19

.

.

Karena ia berpikir, bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang-orang sekalipun dari antara orang mati. Dan dari sana ia seakan-akan telah menerimanya kembali. (Ibr. 11:19)

.

.

Saat kita berbicara tentang iman, apa yang ada di dalam pemikiran kita? Iman membawa kesembuhan? Iman membawa berkat? Atau iman membuat doa kita pasti dijawab oleh Tuhan? Iman membuat saya rela mati untuk Tuhan? Iman membuat apa yang saya katakan pasti terjadi? Atau iman akan membuat apapun yang kita rencanakan pasti terjadi? Apa itu iman? Kita akan belajar dari iman Abraham. Abraham dikenal sebagai bapa orang beriman.

.

.

Ayat 17 menunjukkan iman Abraham yang dicobai. Tentu cobaan di sini bukan untuk menjatuhkan Abraham tetapi untuk terus meningkatkan iman Abraham. Sehingga seringkali cobaan dibedakan dengan ujian walaupun sebenarnya berasal dari kata Yunani yang sama. Karena Tuhan tidak pernah mencobai untuk menjatuhkan. Abraham dicoba dengan meminta Ishak sebagai korban untuk Tuhan.

.

.

Menariknya, penulis Ibrani menekankan bahwa Abraham adalah pribadi yang sudah menerima janji (ay. 17). Ada janji Tuhan yang terlibat dalam pencobaan ini. Dan tentu saja Abraham tidak lupa pada janji ini. Ayat 18 menunjukkan bahwa janji yang dimaksud adalah janji tentang keturunan Abraham yang berasal dari Ishak. Dan Abraham percaya akan janji ini. Sehingga dalam Kej. 22:5, Abraham dengan yakin berkata kepada bujangnya untuk tinggal dan Abraham akan pergi sembahyang bersama Ishak dan akan kembali lagi bersama dengan Ishak.

.

.

Apa yang ada dipikiran Abraham saat itu? Kalau kita hanya membaca kisah ini dalam Kejadian 22, kita hanya bisa menerka-nerka apa yang dipikirkan Abraham. Mungkin Abraham berbohong pada bujangnya supaya tidak khawatir. Mungkin juga kita berpikir bahwa Abraham pasti sudah tahu anaknya tidak akan  mati karena janji Tuhan mengenai Ishak.

.

.

Tetapi penulis Ibrani menjelaskan bahwa ternyata yang ada dipikiran Abraham saat akan mempersembahkan Ishak adalah anaknya pasti akan bangkit kembali. Tentu bukan tanpa dasar Abraham meyakini hal ini. Hal ini terbentuk dari perjalanan panjang iman Abraham sejak Abraham dipanggil Tuhan (Kejadian 12).

.

.

Dari ayat kita saat ini ada dua hal yang kita perlu untuk renungkan.

.

.

  1. Iman Abraham adalah iman dalam pengenalan akan Allah.
    Iman Abraham bukan iman yang membabi buta seperti yang sering dipertunjukkan banyak orang Kristen zaman sekarang. Yang berpikir kemahakuasaan Tuhan tanpa memahami maksud Tuhan. Abraham percaya kemahakuasaan Tuhan dan akan membangkitkan Ishak bukan tanpa dasar. Ishak adalah anak yang dijanjikan dan keturunan Abraham berasal dari Ishak. Karena itu Abraham sangat yakin bahwa walaupun anaknya harus dipersembahkan tentu Tuhan akan membangkitkannya kembali. Abraham mengenal Allah yang tidak pernah lalai menepati janji-Nya. Abraham mengenal rencana Allah dan maksud Allah dengan Ishak anaknya.
    Bagaimana dengan kita? Apakah kita percaya pada kemahakuasaan Tuhan tanpa memahami maksud Allah? Kita berpikir bagi Tuhan tidak ada yang mustahil tetapi kita tidak pernah memikirkan apakah itu semua sesuai dengan maksud Tuhan? Kita mendoakan supaya punya ini dan punya itu, apakah itu sesuai dengan maksud Tuhan? Apakah iman kita semata-mata didorong hanya pada kemahakuasaan Tuhan? Mari kita belajar dari Abraham. Kita kenal Tuhan kita! Kita kenal rencana dan pekerjaan Tuhan kita.

    .

    .

  2. Pemikiran kita tidak sama dengan pemikiran Allah.
    Disatu sisi iman Abraham luar biasa dan mempercayai sungguh-sungguh pada Allah dan rela mengorbankan anaknya. Tetapi pemikiran Abraham tidak sama dengan pemikiran Allah. Abraham berpikir bahwa anaknya akan dibangkitkan setelah dibunuh. Ternyata Tuhan tidak berniat membunuh Ishak dan malah menyediakan seekor domba jantan yang tanduknya tersangkut pada belukar (Kej. 22:13). Apakah Abraham menduga hal ini akan terjadi? Tidak. Tetapi seperti kata firman Tuhan dalam Yesaya 55:9; seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu. Walaupun jika dilihat dalam konteks, ayat ini berbicara mengenai rencana keselamatan dari Tuhan untuk bangsa Israel tetapi pada dasarnya rancangan Tuhan memang jauh lebih tinggi dari rancangan manusia.

    Abraham yang sangat mengenal Allah dan percaya pada Allah pun ternyata memiliki pemikiran yang tidak sama dengan Allah.

    Apa yang kita pelajari dari sini? Pemikiran kita tidak sama dengan Allah. Jangan pernah tertalu mengatur Tuhan dalam doa dan keinginan kita. Tidak perlu kita mendesiain sedemikian rupa bahwa apa yang kita minta dan rencanakan, semua berjalan sesuai dengan pemikiran kita. Tuhan punya jalanNya sendiri dan itu jauh lebih mulia dari apa yang kita pikirkan.

    .

    .

Belajar dari kisah Abraham, mari kita belajar mengenal Allah, pribadi Allah, kehendak Allah, kasih Allah, perbuatan Allah melalui firmannya. Jangan anti dengan doktrin karena doktrin berisi pengajaran untuk kita semakin mengenal Allah melalui firmanNya. Kita tidak cukup berkata bahwa yang penting saya ikut Yesus dan percaya pada Yesus. Itu sudah cukup bagi saya. Iman kita akan menjadi salah jika kita tidak mengenal Yesus secara benar. Kita mengimani kemahakuasaanNya tetapi tidak tunduk pada kehendakNya.

Mari kita tunduk pada kehendak Allah. Sesulit apapun perintah Tuhan, cobaan yang Tuhan ijinkan. Tetapi yang perlu kita lakukan adalah berserah pada Tuhan dan tetap tunduk dan taat pada perintahNya. Karena Tuhan punya rencana kerja yang tidak sama dengan yang kita pikirkan. Dan kita seharusnya bersyukur karena memiliki Allah yang dalam segala sesuatu melampaui logika kita. Kita belajar rendah hati pada Allah dan meminta Tuhan untuk menguatkan kita agar tetap setia dalam keadaan apapun. Tuhan memberkati kita. Amin.

Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on email
Email
Categories
Uncategorized

Menguji Hati

Ditulis oleh : Sdri. Ria Marissabell

.

.

Pembacaan Alkitab : Amsal 16:2-3

.

.

“Segala jalan orang adalah bersih menurut pandangannya sendiri, tetapi TUHANlah yang menguji hati. Serahkanlah perbuatanmu kepada TUHAN, maka terlaksanalah segala rencanamu.” –Amsal 16:2-3

.

.

Pada masa kini, sering kali kita mendengar berbagai seruan motivasi untuk hidup menjadi orang yang independen, hidup sebagaimana yang kita mau, memilih apa yang menurut kita benar. Intinya, segala pilihan dalam hidup kita ditentukan oleh diri kita sendiri berdasarkan apa yang menurut kita baik dan sesuai. Hal ini memang terdengar baik, kita termotivasi untuk tidak terpengaruh dengan opini negatif orang lain dalam menjalani hidup. Tetapi apakah hal ini benar?

.

.

Seringkali hal yang kita rasa baik bagi diri kita justru tidak sesuai dengan kebenaran Alkitab. Banyak yang akhirnya terjerumus dalam pilihannya sendiri yang dianggap “benar” yang sebenarnya menjerumuskan ke dalam celaka. Hal ini berlaku bagi setiap aspek kehidupan kita, baik dalam kehidupan pribadi, pekerjaan, ataupun pelayanan. Seringkali hal yang kita anggap benar dan kita merasa melakukannya untuk “kebaikan”, sesungguhnya tidak seperti apa yang kita pikirkan. Dalam Amsal 16:25 tertulis “Ada jalan yang disangka lurus, tetapi ujungnya menuju maut.” Pengertian hati manusia seringkali menipu, baik menipu orang lain maupun diri sendiri, Yeremia 17: 9-10 menuliskan Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya? Aku, TUHAN, yang menyelidiki hati, yang menguji batin, untuk memberi balasan kepada setiap orang setimpal dengan tingkah langkahnya, setimpal dengan hasil perbuatannya.”. Ini lah alasan mengapa firman Tuhan melarang kita untuk bersandar kepada pengertian kita sendiri (lih. Amsal 3:5).

.

.

Seringkali perbuatan “baik” yang kita lakukan tidak didasari dengan motivasi yang baik, terkadang kita tertipu oleh prasangka sendiri yang menganggap suatu hal baik, ataupun juga kita sudah mengetahui hal tersebut salah namun tetap melakukannya dengan berbagai pembelaan dan pembenaran. Pada dasarnya, segala keputusan yang kita ambil tidak hanya mempengaruhi kita, tetapi juga hubungan dengan sesama. Manusia lain mungkin tidak mengetahui hati kita, karena manusia memang hanya dapat melihat apa yang tampak, tetapi Tuhan melihat hati. Maka dari itu, dalam menentukan pilihan dan merancangkan sesuatu, kita perlu memiliki motivasi yang benar, sebab Yeremia 17:10 berkata “Aku, TUHAN, yang menyelidiki hati, yang menguji batin, untuk memberi balasan kepada setiap orang setimpal dengan tingkah langkahnya, setimpal dengan hasil perbuatannya.

.

.

Dari mana kita mengetahui motivasi benar atau salah? Dengan mengujinya dengan firman Tuhan. Benar atau salah nya suatu motivasi tidak diukur berdasarkan “perasaan hati” kita sendiri, melainkan berdasarkan firman Tuhan. Bagaimana cara untuk menjaga hati dan motivasi dengan benar? Dengan memelihara firman Tuhan. Jika motivasi hati kita sudah benar dan sesuai dengan firman Tuhan, maka baik pilihan ataupun rencana yang kita rancangkan akan membuahkan keberhasilan, seperti lanjutan yang tertulis dalam Amsal 16:3 “Serahkanlah perbuatanmu kepada TUHAN, maka terlaksanalah segala rencanamu. Amsal ini mengajarkan kita untuk tetap bergantung pada Tuhan dalam setiap hal yang kita perbuat, supaya kita mengerti apa yang Tuhan kehendaki, dan yang sesuai dengan rancangan-Nya bagi kita.

.

.

Dari renungan singkat hari ini, firman Tuhan dalam Amsal 16:2-3 mengingatkan kita kembali bahwa konsep hidup berdasarkan firman Tuhan ternyata berbeda dengan konsep hidup dunia modern yang self-dependent. Sebab ketergantungan pada diri sendiri akan membuat manusia merasa tidak membutuhkan tuntunan Allah, dan pada akhirnya akan menjerumuskan pada pilihan atau perbuatan yang salah. Mari kita melihat dan merenungkan kembali motivasi kita dalam melakukan segala sesuatu, baik dalam pekerjaan, pelayanan maupun hubungan dengan sesama. Sebab hanya Tuhan yang dapat menilik hati manusia, maka hendaknya kita menguji motivasi dan perbuatan kita berdasarkan firman-Nya. Kolose 3:23 memberikan motivasi terbaik sebagai pedoman kita melakukan segala sesuatu, yaitu “Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” Tuhan Yesus memberkati!

Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on email
Email
Categories
Uncategorized

TETAPLAH KERJAKAN KESELAMATANMU

Ditulis Oleh : Pdt. Erik Kristovel, S.Th.

.

.

Pembacaan Alkitab : Flp. 2:12-16

.

.

Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir. (Flp. 2:12)

.

.

Ketika kita berbicara tentang keselamatan maka kita mengakui bahwa keselamatan di dalam kekristenan adalah anugerah melalui iman (Ef. 2:8). Bukan karena perbuatan. Rasul Paulus menekankan jangan ada yang memegahkan diri karena berpikir bahwa keselamatan adalah usaha dan kemampuan kita (Ef. 2:9).

.

.

Namun disisi lain kita menyadari bahwa kita belum di sorga walaupun kewargaan kita adalah di dalam sorga (Flp. 3:20). Kita sudah diselamatkaan saat percaya kepada Kristus dan kita sudah mendapatkan jaminan kekekalan (Ef. 1:13-14; Yoh. 10:27-29). Karena itu sama seperti jemaat di Filipi. Kita dianjurkan untuk tetap mengerjakan keselamatan kita.

.

.

Ada 4 hal yang menjadi pembelajaran kita dari ayat-ayat ini:

.

.

  1. Sikap dalam mengerjakan keselamatan (ay. 12)
    Jemaat di Filipi adalah jemaat yang taat. Hal ini diungkapkan oleh rasul Paulus dengan kata pantote yang dalam TB disebut “senantiasa”. Namun rasul Paulus tetap memerintahkan untuk mengerjakan keselamatan. Maksudnya cara mengerjakan keselamatan adalah dengan tetap taat secara terus menerus karena bentuk kata “tetaplah kerjakan keselamatanmu” adalah imperative present yang berarti suatu perintah yang dikerjakan secara terus menerus. Rasul Paulus menekankan bahwa mengerjakan keselamatan itu harus dilakukan dengan takut dan gentar maksudnya dengan penuh hormat dan rendah hati pada Allah.
    Mari kita melihat kata “kerjakan” dalam bahasa Yunani disebut katergazesthe yang berarti “menyelesaikan”. Artinya kita jangan berhenti setelah mendapatkan keselamatan. Selesaikan semua pekerjaan kita sampai kita menerima keselamatan itu seutuhnya.
    Dengan demikian rasul Paulus mengajak kita hidup dalam keselamatan yang sudah kita terima dengan menghasilkan buah keselamatan untuk seterusnya. Lakukan itu dengan sikap hormat dan bukan menganggap remeh keselamatan itu. Keselamatan itu diberikan secara cuma-cuma karena kita tidak sanggup membayarnya. Menyadari hal itu seharusnya mendatangkan kekaguman, ketundukkan dan penghormatan pada Allah.
    Saat kita membaca ayat ini, kita bisa terjebak dalam ekstrim legalisme yakni keselamatan dan berkat ditentukan oleh usaha manusia. Karena itu mari kita melihat ayat yang ke 13.

    .

    .

  2. Kedaulatan Allah dalam keinginan kita untuk mengerjakan keselamatan (ay. 13)
    Untuk menghindari kesalahpahaman, Paulus langsung menjelaskan dalam ayat 13 bahwa keinginan kita untuk mengerjakan keselamatan itu dikerjakan oleh Allah. Kata mengerjakan berasal dari kata Energon yang menunjukkan bahwa Allah adalah pribadi yang memberi energi atau kemauan atau kehendak untuk melakukan pekerjaan itu. Bentuk kata present active participle yang menunjukkan suatu pekerjaan yang efektif secara terus menerus. Maksudnya adalah ketika Allah memberikan keinginan untuk melakukan pekerjaan keselamatan itu, Allah melakukannya secara efektif secara terus menerus.
    Maka dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa kita tidak boleh berpikir bahwa kita mampu mengerjakan keselamatan tanpa Allah. Bahkan menginginkannya untuk mengerjakaanya tidak ada pada kita jika bukan Allah yang memberikkanya. Hal ini secara konsisten menunjukkan bahwa keselamatan itu murni anugerah melalui iman. Dengan penekanana “menurut kerelaanNya” atau lebih tepatnya “maksud yang baik” artinya Allah memiliki maksud dan tujuan yang baik dalam karyaNya memberikan kita keinginan itu.
    Di sini sekali lagi kita melihat paradoks yaitu kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia. Ekstrim di salah satunya bisa mengakibatkan kita menjadi fatalisme.

    .

    .

  3. Tujuan kita mengerjakan keselamatan (ay. 15)
    Dalam ayat 15 dengan jelas tujuan kita mengerjakan keselamatan adalah supaya kita tiada bernoda dan beraib. Maksudnya Paulus ingin kita sempurna (Band. Mat. 5:48). Walaupun kita sadar bahwa kita baru bisa benar-benar sempurna itu setelah Yesus datang, tetapi kesempurnaan tetaplah menjadi tujuan kita. Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak terselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya dalam kemuliaan yang semakin besar.

    .

    .

  4. Pegangan kita
    Yang menjadi pegangan kita dalam mengerjakan keselamatan adalah firman Allah (ay. 16). Firman Allah adalah pelita bagi kaki kita dan terang bagi jalan kita  (Mzm. 119:105); firman Tuhan yang mengubah pola pikir kita untuk menjadi sama dengan pemikiran dan kehendak Allah (Roma 12:1-2); firman Tuhan yang membersihkan kita (Yoh. 15:3). Firman Tuhan yang akan mendewasakan kita (Ef. 4:15). Karena itu firman Tuhan menjadi pegangan kita dalam mengerjakan keselamatan kita.

    .

    .

Mari bapak ibu yang dikasihi oleh Tuhan. Kita mengerjakan keselamatan kita dengan penuh hormat dan kerendahan hati. Jangan berpikir karena itu kemampuan kita. Allah yang memberikan kita keingingan itu. Kejarlah kekudusan dan kesucian hidup supaya kita menjadi serupa dengan gambaran-Nya. Jadikanlah firman Tuhan sebagai pegangan kita. Tuhan memberkati kita. Amin.

Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on email
Email
Categories
Uncategorized

Berdoa untuk Bertemu

Ditulis Oleh : Anathalia Gabrielle Aguininda Koetin

.

.

Pembacaan Alkitab : Mazmur 32 : 6-7

.

.

Ketika kita memiliki pasangan, kita senantiasa ingin bertemu dengannya. Dan bukan hanya itu, terkadang pasangan yang tepat pasti akan membuat kita menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Hubungan kita dengan pasangan akan membuat kita semakin hari semakin menjadi pribadi yang juga mampu menghargai diri sendiri. oleh karenanya, bertemu dengan seseorang yang tepat adalah sama halnya dengan menemukan permata yang indah. Kita akan sangat menghargai waktu pertemuan itu.

.

.

Hal inilah yang seharusnya juga kita sadari penuh, terumata kita sebagai orang yang percaya. Ketika kita mengatakan bahwa kita percaya kepada Kristus, maka hal ini seharusnya bukan sekedar hanya kata-kata saja, melainkan kesadaran akan pengorbanan Kristus yang sangat mulia dalam kehidupan kita. Dan lebih daripada itu, pengalaman pribadi juga terkadang menjadi jalan bagi kita untuk mengenal-Nya dan firman-Nya. Itu sebabnya, salah satu hal yang menjadi waktu terbaik bagi orang percaya adalah ketika berdoa. Karena ketika kita berdoa itu sama saja dengan kita bertemu dengan Kristus.

.

.

Akan tetapi, seiring berjalannya kehidupan modern dengan kecanggihan teknologi yang berjalan begitu pesat, kita sering melihat bagaimana teknologi juga digunakan untuk mengungkapkan setiap doa dan keinginan kita kepada Kristus – yang pada hakikatnya keinginan pribadi adalah suatu hal yang personal antara kita dan Kristus. Oleh sebab itu, sebagian orang beranggapan bahwa berdoa melalui dunia maya, sama fungsinya dengan berdoa secara langsung kepada Kristus. Inilah yang pada akhirnya, membuat pertemuan istimewa itu menjadi suatu rutinitas belaka.

.

.

Penulis kitab Mazmur, hendak mengingatkan kita kembali dalam renungan singkat ini, tentang bagaimana pentingnya waktu pribadi kita dengan Tuhan. Waktu berdoa merupakan waktu kita bertemu dengan Kristus, oleh sebab itu dibawah ini beberapa hal yang menjadi dasar bagi kita mengapa kita seharusnya memiliki waktu-waktu pribadi dengan Kristus :

.

.

  1. Berdoa selagi Tuhan dapat ditemui (ay.6)
    Pemazmur mengatakan bahwa setiap orang saleh berdoa kepada Tuhan selagi Tuhan dapat ditemui, hal ini menyadarkan kita bahwa akan ada saat dimana Tuhan tidak dapat ditemui. Dan oleh sebab itu, kita sebagai orang percaya seharusnya dapat menghargai setiap waktu yang Tuhan berikan untuk kita dapat bertemu dengan-Nya. Karena dengan begitu, kita juga akan mampu menyediakan wakttu untuk bertemu dengan-Nya melalui doa pribadi, bukan melalui media sosial.

    .

  2. Doa adalah tempat persembunyian yang tepat (ay.7a)
    Ketika saya masih kecil, saya sangat suka menulis buku harian. Karena bagi saya, buku harian adalah tempat dimana saya dapat mencurahkan seluruh isi hati saya, tanpa ada orang yang mengetahuinya. Akan tetapi, semakin dewasa saya menyadari bahwa saya tidak dapat menyelesaikan masalah saya – atau bahkan menyembunyikan masalah saya sendiri. Oleh karena itu, saya membutuhkan Pribadi yang bisa mendengarkan saya, dan Dialah Tuhan. Begitupula dengan kita orang percaya, sadarilah bahwa hanya satu Pribadi yang dapat ‘menyembunyikan’ masalah dan apa yang kita rasakan, yaitu Tuhan Yesus Kristus, dan cara menyampaikannya adalah dengan berdoa.

    .

  3. Tuhan ingin menolong kita (ay.7b)
    Segala sesuatu tidak ada yang mustahil bagi Tuhan, itu benar. Akan tetapi, berapa banyak dari kita yang melakukan dan mengaplikasikan hal tersebut dalam kehidupan sehari-hari? Atau kita justru mencari bantuan manusia lebih dahulu dibandingkan Tuhan? Jawaban ini hanya pribadi kita yang mengetahuinya. Akan tetapi, dalam ayat ke-7 ini, menjadi jawaban serta penguatan bagi kita, dimana sesungguhnya Tuhan ingin melindungi dan menjaga kita. Namun, kita seringkali menjadikan Dia sebagai jalan keluar terakhir untuk pergumulan kita. Padahal, ketika kita datang kepada-Nya, maka Dia akan mendengarkan dan akan menolong kita.

    .

    .

Melalui renungan singkat hari ini kita dapat belajar bagaimana karakter berdoa adalah karakter orang percaya yang saleh, yang dapat menghargai waktu berharga bersama dengan Tuhan, selagi Tuhan dapat ditemui. Tuhan Yesus Menyertai.

.

.

–  Pray is the important thing we can do, if we want to know God and understand His plan in our lives –

Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on email
Email
Categories
Uncategorized

ALLAH ADALAH KASIH

Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita (1 Yoh. 4:10).

.

.

Ketika kita berbicara tentang kasih maka kita akan berpikir tentang relasi yang dilandasi dengan kasih. Sebagian besar baik itu film, sinetron, novel, semua berbicara tentang kasih dan kita menyukainya. Alkitab juga berbicara tentang kasih dan Allah kita adalah kasih. Maksudnya adalah Allah kita memiliki kasih dan kasih itu ada sejak kekekalan pada Allah. Ibarat panas yang tidak terpisahkan dari matahari; dingin yang merupakan esensi dari es; demikianlah esensi ilahi adalah kasih. Kasih adalah esensi yang sangat melekat pada Allah.

.

.

Ketika berbicara mengenai Allah adalah kasih, rasul Yohanes sedang menegaskan keberadaan Allah yang adalah pribadi. Tanpa kepribadian, tidak mungkin ada kasih. Karena sesuatu yang yang tidak berpribadi tidak memiliki kapasitas untuk mengasihi ataupun menghargai kasih. Kasih Allah telah ada sejak kekal. Hal ini dimungkinkan dengan kejamakan Allah yang kita kenal sebagai Tritunggal.

.

.

Mari kita melihat sedikit tentang Tritunggal. Istilah “Tritunggal atau Trinitas” tidak ada di dalam Alkitab tetapi secara konsep memang ada. Bapa, Anak, dan Roh Kudus adalah Allah tetapi Bapa bukan Anak, dan bukan Roh Kudus. Tetapi kita memiliki Allah yang esa sehingga kita menyebutnya Tritunggal. Kita menolak Monarchianisme Modalistik, Sabellianisme, dan Jesus Only yang menekankan ketunggalan pribadi Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Juga menolak Tritheisme yang menekankan  Allah sebagai three independent separate gods yang berarti bahwa tiga Tuhan yang dipandang secara terpisah. Maka, kita menemukan definisi Tritunggal yaitu Allah yang satu hakekat tetapi tiga pribadi atau Allah yang esa menyatakan diri dalam tiga pribadi. Mungkin tidak menggambarkan Allah seutuhnya karena bahasa manusia terlalu terbatas untuk mendeskripsikan tentang Allah. Istilah Trinitas ini dipakai pertama kali oleh Tertullian yang merupakan salah satu bapa gereja. Walaupun demikian, Tertullian tidaklah sempurna dalam pemahamannya karena memandang pribadi Anak lebih rendah dari Bapa. Pada abad keempat, gereja mulai memformulasikan doktrinnya tentang Allah Tritunggal. Konsili Nicea menyebutkan bahwa Allah Putra sama esensiNya dengan Allah Bapa (325 M), lalu disempurnakan dalam konsili konstantinopel (381 M) yang menekankan keilahian Roh Kudus. Dari sini kita mengenal Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel.

.

.

Kejamakan dalam pribadi Tritunggal memungkinkan kasih itu diwujudkan secara kekal. Kasih Bapa kepada Anak, Kasih Bapa dan Anak kepada Roh Kudus. Karena itu berdasarkan ayat perenungan kita, kasih bersifat Theosentris (berpusat pada Allah). Kasih berasal dari Allah dan kita kembalikan pada Allah. Ketika kita mengasihi sesama kita, maka kita mengasihinya dengan kasih Allah.

.

.

Rasul Yohanes menekankan lagi bahwa kasih Allah itu diwujudkan kepada kita melalui pemberian Anak-Nya sebagai pendamaian bagi kita karena dosa kita. Kasih Allah kita bukan sekedar konsep yang abstrak. Kasih itu ditunjukkan dengan pengorbanan. Dengan kaitan itu, Yohanes menekankan bahwa kasih yang sebenarnya adalah kasih Allah pada kita. Kasih kita pada Allah adalah karena Allah mengasihi kita lebih dahulu. Karena itu kasih merupakan inisiatif Allah. Dan inisiatif Allah merupakan karakteristik doktrin kristiani. Bukan kita yang memilih Allah tetapi Allah yang lebih dahulu memilih kita (Yoh. 15:16); bukan kita yang mencari Allah melainkan Allah yang lebih dahulu mencari dan menyelamatkan kita (Luk. 19:10); demikian juga bukan kita yang mengasihi Allah melainkan Allah yang lebih dahulu mengasihi kita (1 Yoh. 4:10). Hal ini memberi kita kesadaran penuh bahwa kita bisa mencari Allah, percaya pada Allah, dan megasihi Allah karena Allah sudah lebih dahulu mewujudkan semua itu pada kita. Semua itu anugerah buat kita. Bukan karena kemampuan kita.

.

.

Belajar dari kasih Allah, mari kita wujudkan kasih Allah dalam hidup kita. Pertama-tama dengan juga mengasihi Allah dengan sungguh-sungguh. Allah sudah berkorban nyawa bagi kita. Mari kita belajar mengorbankan banyak hal untuk Allah kita sebagai wujud kasih kita pada Allah dengan mengorbankan waktu kita, tenaga kita, pikiran kita untuk terus membangun hubungan kita dengan Tuhan.

.

.

Dan yang kedua kita mewujudkan kasih itu kepada sesama kita mulai dari saudara kita seiman maupun kepada mereka yang tidak seiman dengan kita. Kasih itu akan terlihat bukan hanya sekedar suka menolong orang lain tetapi saat kita bisa mengampuni orang yang menyakiti kita, mendoakan orang yang membenci kita.

.

.

Mari kita wujudkan kasih itu bukan sekedar perintah Tuhan  tetapi karena kita benar-benar mengasihi Tuhan dan menyadari bahwa Tuhan sudah lebih dahulu mengasihi kita. Tuhan memberkati kita. Amin.

Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on email
Email
Categories
Uncategorized

The Enmity of God


Pembacaan Alkitab : Yudas 1:14-16

.

.

Penyebutan Yudas terhadap karakter musuh gereja makin jelas. Yudas menyebutnya sebagai orang fasik.

.

.

Mereka adalah orang-orang yang menggerutu dan menyesali keadaannya (16). Seperti orang Israel yang mengeluhkan keadaan mereka di padang gurun yang jauh berbeda dari keadaan mereka di Mesir, para pengajar ini menggerutu akan kehidupan kekristenan mereka. Kefasikan itu juga digambarkan dengan hidup menuruti hawa nafsu, berbicara dengan kasar, dan memanfaatkan orang lain.

.

.

Pada dasarnya, musuh gereja ini adalah orang-orang yang hidup seperti orang tidak mengenal Allah. Mereka tidak mau tunduk kepada kehidupan yang ditetapkan Allah. Mereka ingin hidup sebebas-bebasnya.

.

.

Konsekuensi atas perbuatan mereka adalah hukuman Allah (14-15). Yudas menggunakan nubuatan Henokh untuk menyatakan kepastian hukuman itu (bdk. Ul 33:2-4; Yes 66:15-16). Allah akan menghukum orang fasik yang bertindak melawan hukum-hukum-Nya. Nubuat Henokh ini menegaskan bahwa semujur-mujurnya orang fasik, pada akhirnya mereka akan binasa. Tak ada faedahnya menjadi sahabat dunia kalau akhirnya mereka binasa.

.

.

Sebagai umat tebusan Allah, kita harus hidup sesuai standar Allah. Kita diselamatkan Allah bukan supaya kita “mati bagi dosa” saja, melainkan juga “hidup bagi Allah” (Rm 6:11). Standar hidup kita bukan lagi kehidupan lama yang sia-sia, melainkan kehidupan baru di dalam Kristus Yesus (bdk. 1Kor 10:6-11).

.

.

Oleh karena itu, jangan bangkitkan cemburu Tuhan. Jangan iri dengan kemujuran orang fasik. Jangan mengeluh karena harus berjuang untuk taat kepada Kristus setiap hari. Jangan menggerutu kalau kita tidak bisa hidup sebebas-bebasnya seperti sebelum mengenal Yesus. Jangan lagi berniat untuk hidup di luar Kristus. Semua itu hanya akan mendatangkan hukuman.

.

.

Ingatlah firman ini: “Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah” (Yak 4:4).

Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on email
Email
Categories
Uncategorized

Tenang

Ditulis oleh : Sdri. Ria Marissabell

.

.

Pembacaan Alkitab : Matius 8:23-27

.

.

.

.

Kisah Yesus meredakan angin ribut di danau Tiberias dalam Matius 8:23-27 sudah sangat sering kita dengar di berbagai pemberitaan Firman Tuhan, namun apakah kisah ini juga sering kita ingat ketika kita sedang ada dalam badai kehidupan?

.

.

.

.

Ketika Yesus bersama murid-murid-Nya berada di perahu di tengah danau, angin ribut datang sehingga perahu diombang-ambingkan gelombang. Dan murid-murid Yesus mulai ketakutan, tetapi Yesus tetap tidur. Murid-murid membangunkan-Nya dan berkata “Tuhan, tolonglah, kita binasa.” Dari kisah singkat peristiwa di danau ini, kita sudah dapat mengetahui apa yang dirasakan murid-murid saat itu. Mereka takut dan khawatir, bahwa mereka akan binasa. Namun, apakah sebenarnya Yesus tidak mengetahui badai akan datang? Atau tidakkah Yesus peduli akan keselamatan mereka di tengah badai? Mengapa Yesus tetap tertidur tenang?

.

.

Jawabannya ada di kalimat yang dikatakan Yesus kepada mereka, “Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?” Sebelum Yesus meredakan badai, terlebih dahulu Ia menegur murid-murid-Nya. Sebab, ketakutan telah menguasai pikiran dan hati murid-murid-Nya, bahkan mereka sampai berpikir mereka akan binasa. Yesus tidak memarahi murid-murid-Nya karena ketakutan mereka, namun Yesus ingin murid-Nya belajar percaya. Jadi, apakah Yesus tidur sebab Ia tidak peduli dengan keselamatan mereka? Tidak, Yesus mau murid-Nya belajar percaya bahwa bersama Yesus mereka tidak akan binasa.

.

.

Seberapa sering kita menjadi seperti murid-murid Yesus yang overthinking? Takut adalah hal yang manusiawi, namun ketakutan yang telah menguasai hati dan pikiran akan membawa tekanan dan kesesakan kepada diri kita sendiri. Bahkan seringkali kekhawatiran yang berlebih membuat kita putus asa dan tidak dapat mencari jalan keluar atas permasalahan yang sedang dihadapi. Mungkin pernah kita berpikir “mengapa Tuhan diam saja?”, ”Mengapa keadaan tidak berubah?”. Terkadang Tuhan seolah diam dan tidak peduli, tetapi sebenarnya tidak demikian. Sama seperti para murid, Yesus mau kita untuk belajar percaya. Yesus mau kita percaya bahwa ketika kita bersama Yesus, kita tidak akan binasa. Kita bisa tetap tenang dalam badai kehidupan ketika kita percaya bahwa Yesus yang ada bersama-sama dengan kita adalah Tuhan yang memegang kendali dan kuasa atas segala sesuatu.

.

.

Kehidupan bersama Yesus bukan berarti kehidupan yang tidak memiliki badai masalah, tetapi kehidupan yang tetap memiliki sukacita dan kedamaian sekalipun ada di tengah badai masalah. Marilah kita belajar untuk percaya dan menyerahkan segala kekhawatiran kita kepada Tuhan dan percaya akan rancangan-Nya dalam setiap hal yang terjadi di dalam kehidupan. Kiranya dalam badai-badai kehidupan yang akan kita hadapi di depan, kita dapat mengingat kembali kisah Yesus meredakan angin ribut ini, dan kembali diteguhkan untuk tetap percaya dalam penyertaan-Nya. Tuhan Yesus memberkati!

.

.

.

.

“Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan.”
– Yakobus 1:2-3

Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on email
Email
Categories
Uncategorized

IMAN SEJATI BERBUAH PERDAMAIAN

Pembacaan Alkitab : YAKOBUS 3:1-18

.

.

“Dan buah yang terdiri dari kebenaran ditaburkan dalam damai untuk mereka yang mengadakan damai” Yakobus 3:18

.

.

Rasanya hati kita hancur saat menjumpai pertikaian dalam komunitas tubuh Kristus. Akan tetapi, inilah realitas kehidupan! Pertikaian tidak hanya terjadi sekarang, tetapi sudah ada sejak dulu. Dalam suratnya, selain mengungkapkan persoalan komunitas orang percaya dalam hal pembedaan status miskin/kaya, Yakobus juga mengungkapkan adanya pertikaian. Apa nasihat Yakobus untuk mengatasi masalah ini?

.

.

  1. Iman sejati seharusnya tercermin melalui ketaatan untuk “mengekang” lidah (3:1-12).
    Lidah itu seperti kekang pada mulut kuda dan kemudi pada kapal: sesuatu yang berukuran kecil, tetapi dapat mengontrol sesuatu yang besar. Lidah juga seperti api: betapa pun kecilnya, api dapat membakar hutan yang besar (3:3-5). Lidah dapat mengontrol, tetapi dapat juga menghancurkan. Apakah hal ini berarti bahwa Yakobus mengajar kita untuk menjadi orang yang “serba diam untuk hal apa pun”? Tentu tidak! Yakobus mengingatkan orang percaya untuk menyatakan iman melalui ucapan yang dikontrol. Ia mengingatkan bahwa seharusnya ada konsistensi dalam perbuatan sehari-hari karena tidak mungkin berkat dan kutuk muncul dari mulut yang sama (3:9-12).

    .

    .

  2. Meminta dan menjalani hidup berdasarkan hikmat dari Allah (3:13-18)
    Hal kedua inilah yang menjadi kunci untuk mengatasi pertikaian, yaitu meminta dan menjalani hidup berdasarkan hikmat dari Allah (3:13-18). Bukankah apa yang diucapkan mulut merupakan cermin isi hati? Jika kita menaruh perasaan iri hati, mementingkan diri sendiri, memegahkan diri dan berdusta melawan kebenaran, sesungguhnya kita sedang dikuasai oleh hikmat yang datangnya dari dunia, dari nafsu manusia, dari setan-setan. Itulah sumber iri hati, mementingkan diri sendiri, kekacauan, dan segala macam perbuatan jahat (3:15-16). Memang, “tidak seorang pun yang berkuasa menjinakkan lidah” (3:8). Akan tetapi, bila seseorang sungguh-sungguh meminta hikmat Allah dalam iman dan rindu mewujudkan perbuatan yang selaras dengan iman yang sejati, hikmat Allah yang murni, pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan, penuh buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik akan bekerja dalam dirinya. Singkatnya, perwujudan hikmat Allah adalah damai. Iman yang sejati pasti berbuahkan damai, bukan pertikaian. Tuhan Yesus memberkati Amin.
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on email
Email